[Live as an exchange student] Part.14 -- Berbicara Tentang Uang


Ok anak-anak, pelajaran hari ini adalah uang. Siapa yang tau uang amerika apaa?
Dolar paaaak. Woke anda benar.
Berapa satu dolar?
Menurut ISHG (IHGS atau apa ya itu? haha)saat ini dalam sekitar pembulatan Rp 10.000 lah, haha males bgt ngitung ga bulet. Ok, sekarang kita berbicara masalah uang saudara-saudara. Kata pepatah "everything happened for a reason" dan dalam politik dunia, "everything happened for money" haha. Theodore Roosevelt sempat menerima hadiah Nobel karena jasanya pada perdamaian pertempuran Russia dan Jepang. (Paling tidak kedamaian lah yang dijadikan dalil, padahal nyatanya karena mengancam perdagangan amerika) Ada juga kasus Perang Dunia I, tidak lain merupakan rekaan-rekaan suplier investasi senjata dan juragan senjata yang mensponsori perang dahsayat dunia itu. For what? For money! See? Everything happened for money haha. Terlalu banyak politik dunia yang jika saya jabarkan tidak akan pernah habis dari balik intrik-intriknya.

Daripada membahas politik dunia, mending kita sedikit menilik harga-harga di amerika serikat haha kaitannya apa coba?

Harga Burger biasanya $ 3-4 an lah rata-rata (Rp 40.000)sandwich subway malah minimal $ 5
ora stress piye jal mangan sak pisan le akeh kaya ngono? haha

Cheetos ---> $ 0.5 / bungkus kecil (Rp 5000 cahhh? entuk 5 bungkus yo -__-)

Susu ------> $ 3 an per botol

Baterai ---> $ 8 an. Wuedan bisa tuku ABC sak uwonge sing dodol nda haha.

Kacamata --> $ 400 paling jelek (opo-oponan jal? -__-)

Mini Laptop --> $ 199 sudah dapet yang webcam ( loh loh ini malah murah)

Mobil --------> $ 3000 bisa dapet mobil sedan keren ( ini juga murah)

Baju ---------> $ 5 dapet kaos oblong, $ 40 sekian dapet kaos bagus

Jaket --------> $ 35an dapet jaket alay -___- $ 60 ke atas baru dapet bagus -__-

Gaji guru ----> $ 3000 minimal per bulan (wah mobil satu tuh -__-)

Gaji potong rumput tetangga ------> $ 20 per sekali job (hmmmm bisa juga)

Gaji nyerokin salju --------------> $ 20 juga

Harga Tuxedo (baju keren buat ngedate cewek) -----> $ 100 minimal (buju buset ngapain pake baju harga sejuta? malah panas rasanya -__-)

Harga kaset DVD -----> $ 25 an something (enakan juga ngebajak 10,000 dapet dua haha)

Harga kaset playstation ------> $ 30an (perasaan toko deket rumah di kampung cuma 10,000 deh)



Harga rumah amerika $ 100,000 ( sekitar 1 milyar,om -___- )

Harga buku cetak sekolah per mata pelajaran -----> $ 75 ( untung saya beasiswa )

Rata-rata belanja orang amerika sehari $ 100 ( sing dituku kok yo ono wae )

Harga soda -----> $ 1.25 per 2 Liter (malah murah geblek. soda nyatanya lebih murah daripada air minum biasa disini)

Harga sepatu bagus ----------> minimal $ 50an.

Harga periksa dokter --------> (tanpa obat cuma pencet-pencet) minimal $ 50

Harga rawat rumah sakit 3 hari -----> Bisa mencapai $ 150,000 (seratus lima puluh juta 3 hari itu rumah sakit apaaa di Indonesia? -__-)

Harga Chinese food (makanan yang saya makan kalau kangen masakan indonesia) -------> $ 10 (berapa kali lipat masakan chinese di indonesia ya? -__-)

Harga sebungkus sayuran ----------> $ 2 dolar (belanja di pasar legi solo dapet sak kranjang om)
Rata-rata uang saku anak amerika minimal sehari mengantongi $ 15 (Rp 150,000 per hari? adol sawah -__-)

Begitulah ketika kita berbicara tentang uang. Sebuah kamuflase dunia yang hampir mengendalikan semua yang saat ini terjadi.

*haha epilognya ga nyambung bego*
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

[Live as an exchange student] Part.13 - Beberapa Hal yang Mungkin Saya Akan Gila ketika Pulang Nanti



Kadangkala saya berpikir tentang sesuatu disini yang sudah agak mendarah daging yang mungkin ketika pulang ke indonesia nanti saya akan merasa reverse cultural shock. Suatu istilah yang didefinisikan sebagai culture shock yang justru terjadi ketika kembali dari suatu lingkup budaya lain. Kasus yang aneh memang. Namun bukan sesuatu yang sulit untuk dijumpai. saya sendiri contoh riilnya haha. Here we go :

1) Pop dan soda.

Baru dikatakan teramerikanisasi jika anda sudah mulai teradiksi dengan yang namanya pop dan soda. Sehari akan menghabiskan paling tidak satu atau dua botol. Jika anda mengerjakan PR sambil nonton TV sambil minum soda dan sambil melihat american football itu sudah gejala-gejala amerikanisasi haha. Pop dan soda seperti sudah menjadi kebutuhan pokok bagi setiap orang amerika. Saya tidak pernah rasanya menjumpai kulkas orang amerika kosong soda. Itu sebabnya pula banyak kasus obesitas di amerika serikat. Karena kurangnya niatan untuk mengurangi kalori dalam soda. Karena gula yang terkandung dalam soda, mengandung banyak kalori yang dapat menyebabkan pemekaran badan secara sempurna. Sekalipun labelnya diet. Soda juga dipercaya menjadikan negara ini pengidap kasus diabetes dan kanker yang berada dalam ambang yang signifikan. Maka saudara-saudara sekalian tolong, tolong sekali menghindari soda.
(Kok jadi ceramah -,-)
Yang saya bayangkan, bagaimana nanti nasib adiksi saya ketika pulang nanti? Boro-boro deh beli coca-cola nanti kalau pulang, bisa makan aja sukur :p

(Wooo, lupa ceramahnya sendiri -,-)


2) Nafsu Makan Super.

Saya sendiri tidak tahu apa yang aneh terhadap sistem saya. Alasan pertama, sekarang sepertinya nasi sudah susah untuk ditelan. Pernah sekali, ketika lama tidak mendapat nasi, saya mencoba memakannya. Kemudian mencret-mencret dan enek haha. Mampus bagaimana nanti kalo pulang? Saya harap yang salah adalah nasinya :p

Kedua, karena nafsu makan saya sudah tidak terkontrol lagi. Tau sendiri rasanya ketika makan burger sebagai snack, padahal anda terbiasa memakan nasi, hasil yang didapat ialah anda tidak segan-segan memakan burger 3 atau 4 ketika sudah terbiasa dengannya. Begitu pula yang terjadi dengan saya. Ketika ke McDonald atau Burger King akan memesan minimal 3 dan maksimal unlimited (haha buju buset ga inget masa lalu) kemudian teman saya akan berkata :

" Whaaaaat? Are you serious gin? With that little body? I doubt it"

haha saya cuma bisa ngakak sebagai jawaban saya.
Mungkin di dalam hati dia membatin :
" Wuedan wong indonesia tibakno le mangan ora beda koyo gajah ngamuk"

Rupanya pemerintah indonesia mungkin salah mencomot putra-putri nya karena saya sang "Badoger" ini yang justru jadi miniatur indonesia dalam hal makan juga ironisnya.
Ingin rasanya ketika ada bule yang membatin seperti itu akan saya timpali :

" Ojo nyalahke indonesia, ndez. Iki sing salah uwonge. Bejan kena wong sing gawene ngamuk le mangan" haha.



3) Siaran TV

Asal tahu saja, di amerika siaran TV bisa lebih dari 30 channel minimal. Dan saya rasa semuanya program bermutu. Terspesifikasi dan unik. Seperti ada History Channel, Food Network, BBC, CNN, Nicklodeon, USA Movies dan lain sebagainya. tapi kabar baiknya bahwa kita tidak perlu membayar untuk siaran TV. Di amerika, we do. Kita membeli channel tertentu dengan berlangganan siaran TV per bulan. Coba kita bayangkan ibu-ibu rumah tangga indonesia jika sistem ini diterapkan. Tagihan membengkak dan akibatnya anak menjadi tumpuan stress. Berdampak pada degradasi sosial masyarakat (wahaha argumen apa-apaan itu). Tapi ya dapetnya setimpal. Kualitas siaran TV nya tidak main-main. Bukan saja sebagai media entertainment namun sudah mengarah jauh pada batsan ranah edukasi dan didaksi moral. Atau dalam beberapa kondisi juga sebagai sarana pendidikan kwarganegaraan dan politik secara interaktif.

Ketika pulang nanti mungkin saya akan berurusan dengan tidak lebih dari 10 channel TV haha. What a heckkkk? Yang lebih dari 30 saja saya bisa bosan apalagi yang kurang dari 10? (namanya juga manusia, mas)
*haha emang lo dikos punya TV gin? gaya! paling ntar liat TV juga lunjak-lunjak kaya manusia purba*

4) Internet ekstra cepat

Bukan rahasia lagi jika di amerika anda sangatlah tidak sulit menemukan internet dan aksesnya. Saya membuka satu page saja mak lap sebelum mata berkedip sudah berganti haha. Di indonesia saya membuka internet sambil saya tinggal makan bakso juga bisa :p haha itu mah karena komputernya virusen.

Tapi kabar buruknya adalah anda tidak bisa mendownload apapun. Karena dianggap melanggar copyrights. Jika tertangkap, hubungannya adaah dengan pihak FBI dan Federal. Kurang ngeri apa coba? haha. Tertangkapnya pun juga tidak akan sulit karena setiap komputer terdaftar pada database setiap local goverment atau state. Kecuali anda sangat pintar. Sayangnya saya bodoh dan terlalu jujur (haha gombal kalo yang jujurnya, kalo bisa nge hack juga taruhan mesti mau).

5)Masak memasak

Jaman di Indonesia saya mah kalo masak ribet. Lama pula. Iya kalo bener, pernah sekali keracunan masakan sendiri sampe sakit dan absen sekolah satu hari haha. Amerika tinggal colok microwave tit jadi. Makanannya juga sudah didesain untuk instan jadi orang bego seperti saya masih bisa makan tanpa keracunan :p

6) Suhu

Disini saya sempat mengalami -18 derajat celcius sebagai suhu terdingin dan 27 derajat sebagai suhu terpanas. Suhu rata-rata biasanya berkisar antara 15 - 25. Itu saja jaket saya sudah jadi teman baik saya sampai tidur juga kalo ga ada jaket besoknya mau ngegerakin tangan ga bisa. Summer saja saya masih jalan-jalan diluar dengan jaket, sehingga ditegur banyak tetangga sebagai "bule gila" haha. *Saya disini kan bule bro :p* Nanti pulang ke indonesia dengan suhu 37-38 derajat mau jadi apa saya? Mau pake baju seksi emang? haha takut pada naksir nanti.

Begitulah sekelumit cerita tentang budaya dan konteksnya. Memang benar bahwa budaya sudah seharusnya dipahami secara kumulatif konsepsional yang dalam artian harus dapat beradaptasi dengan konsep dan gagasan baru agar tidak begitu saja mati dan menghilang ditengah lautan konsep dimana kita sudah tidak mampu mendefinisikannya lagi sebagai bagian dari identitas dan menempatkannya dalam pemahaman yang salah. Sama seperti bangsa Indian yang "punah" dan mati karena ketidakmampuannya berpijak harmonis dengan ketergantungan mereka terhadap Buffalo dan menempatkan primordialisme mereka diatas lautan konsep itu. Selalu ada definisi. Bahkan ketika kita menghendakinya terlahir dari suatu gagasan originalitas. Hanya tergantung, bagaimana sekarang kita mendefinisikannya. Dan memahaminya sebagai bentuk pengejewantahan suatu evolusi.

- USA, 03 Desember 2009 -
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Berbicara mengenai Jati Diri dan Identitas Bangsa

Suatu hari saya mendengar alunan lagu Indonesia Raya terngiang di kepala saya. Kemudian sejenak saya berpikir tentang bangsa ini. Betapa mirisnya keadaan sekarang ini. Dibawah tikaman tragedi, ironisme dan stereotip. Bencana yang tidak kunjung berhenti. Huru-hara yang selalu bergejolak fluktuatif. Protes massa dan demonstrasi yang sudah jauh diartikan sebagai anarkisme. Keadaan ekonomi yang masih saja stagnan seolah merasa nyaman dengan posisinya dan enggan berhentak maju.

Sudah kah kita mendefinisikan negara kita? Sudah kah kita bercita-cita dan berideologi? Sebagai bangsa Indonesia. Secara formalitas mungkin kita berasumsi sudah. Yaitu tertuang dalam UUD 1945 dan Pancasila.

Namun sudah kah kita mengahayati filsafat dan pemikiran filosofis didalamnya? Sekali lagi, sudahkah?Apa ideologi kita? Pancasila? Pancasila yang seperti apa?

Sudahkah masing-masing individu menghayati kalimat "Ketuhanan Yang Maha Esa?" Jika masih ada pembunuhan dan intrik-intriknya. Sudahkah setiap individu menghayati arti "Kemanusiaan yang beradab?" Jika masih banyak yang biadab. Pada dirinya sendiri, pada orang lain atau bahkan pada bangsa ini. Biadab dengan membiarkan diri terjerumus dalam tindak inkonstitusional. Biadab dengan merusak hak-hak dan legalitas orang lain. Atau biadab dengan ketidakpedulian terhadap masa depan haluan bangsa ini sebagai masyarakat yang apatis.

Mari sejenak kita merenung. Apa yang bisa kita perbuat untuk bangsa ini. Demi pengahayatan terhadap "Persatuan Indonesia", demi keselarasan "Musyawarah Mufakat" yang bermuara pada "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia"

Kita tidak perlu ribut berbicara soal ekonomi global 2020 atau visi Indonesia masa depan jika kita masih belum bisa menemukan jati diri bangsa ini. Disadari atau tidak bangsa ini telah menjadi bangsa yang kehilangan Jatidirinya. Bangsa yang tidak tahu mengetahui rupa dan karakter mereka sendiri. Bangsa yang belum bisa mendefinisikan kemauan dan ideologi mereka. Bangsa yang masih belum menerima pluralisme dan harmoni sosial. Kita sudah terlalu banyak menerima teori, tentang masyarakat madani, tentang good governance, tentang pembangunan masyarakat thayyibah. Namun sekali lagi, kita masih pada tataran syariah untuk memahami filosofi dan aplikasinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Saya sepenuhnya paham bahwa tidak ada bangsa yang sempurna. Karena suatu bangsa adalah himpunan manusia yang hidup bersama. Dalam naungan geopolitik, latar belakang kultural dan historis yang serupa atau identik (Otto Bauer, Ernest Rinan dan Gibernau dalam pandangannya mengenai bangsa) . Sekali lagi, mereka adalah himpunan manusia, yang dalam kenyataan dan takdirnya manusia tidak pernah luput dari kompleksitas dan kesalahan. Namun, ada nilai-nilai yang menjadi tujuan komoditi dan prioritas yang seharusnya diselenggarakan paling tidak. Yang mana nilai-nilai itu sendiri tidak lain merupakan referendum dan keinginan bersama masyrakat tersebut. Sebagai hak dasar manusia, hak dasar hidup bermasyarakat dan membangun kedaulatan yang disebut Negara (Friedrich Hegel dan Roger H Soltau dalam pandangannya terhadap universalisme kedaulatan) Pertanyaannya adalah sudahkah Indonesia memenuhi keinginan dan referendum rakyatnya?

Jauh dari balik tirai ironisme itu, kita bahkan belum mampu menghadirkan legalitas dan jati diri bangsa ini untuk dikenali bangsa lain. Tidak seperti Jepang dengan tradisionalisme dan modernisme mereka yang berjalan bersamaan, Amerika dengan kapitalisme dan liberalisme mereka, Inggris dengan norma dan kebijakan politik diplomatis mereka. China, Kuba dan Soviet dengan sosialisme mereka. Lalu apakah kita ini? Pancasila seharusnya. Namun ia masih tertidur dipersemaiannya yang agung. Seperti Kumbakarna yang tertidur untuk Alengka. Kumbakarna yang agung yang terlupakan.

Mari kita benahi bangsa ini. Kita definisikan Pancasila. Kita hayati lebih dari sekedar mengahafalkan sila kesatu sampai kelima. Kita resapi kaidah filosofisnya. Dan kita tuturkan anak cucu kita, bahwa Indonesia adalah bangsa yang agung. Sejajar dengan bangsa-bangsa besar lain didunia. Dengan pemahaman mereka, dengan penghayatan mereka terhadap jati diri dan ideologinya. Saya percaya pada segenap rakyat Indonesia dengan sikap welas asih yang masih tersimpan kuat dalam sanubari mereka sebagai bangsa yang luhur dan berbudi :)

" Muga sing Indonesia isih kelingan Indonesiane, sing Jawa kelingan Jawane :) "
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

[Live as an exchange student] Part.12 -- Sebuah Cerita dari Belahan Dunia lain





16 November 2009 ~ Pagi bersinar cerah diiringi salju yang turun dengan lebat di awal winter. Hawa diluar begitu dingin, menggoda insan-insan manusia untuk tetap terbaring nyenyak di kasur-kasur empuk mereka. Di pagi buta yang dingin di belahan amerika, saya bersiap memakai pakaian kebesaran saya sebagai orang Jawa. Mempersiapkan jarit, stagen, keris, selop, beskap dan lain sebagainya. Di pagi yang buta. Bahkan sebelum mentari datang menyapa belahan dunia itu. Ditengah deru salju diluar jendela kamar saya. Saya lihat diri saya di cermin. Terngiang akan betapa lamanya saya tidak memakai outfit ini selama terbuai dengan hiruk pikuk Amerika Serikat. Hari ini saya kencangkan keris saya, saya rapikan beskap yang ada di badan saya. Karena pada hari ini saya akan bercerita tentang negeri saya yang damai nun jauh terbelah samudra.

Pertengahan November adalah International Education Week di Amerika Serikat. Suatu momentum yang tepat bagi saya, bercerita tentang Indonesia, negara yang saya banggakan. Atau secara familiar sering disebut presentasi. Dengan busana Jawa lengkap melekat di badan saya, saya sudah menunggu lama momen ini. Dengan selop yang terpasang di dua permukaan kaki saya. Di tengah Winter, ditengah suhu -5 derajat celcius di luar sana. Tanpa Coat, tanpa syal. Tidak lucu rasanya berbusana Jawa dengan Coat atau syal. Saya berpakaian sebagaimana saya. Semangat dan eksitasi saya itulah yang akan tetap membuat saya hangat ditengah winter ini. Kemudian saya akan dengan bangganya bercerita bahwa negara tempat saya berasal adalah negara yang hangat yang tanpa kita perlu khawatir kedinginan. Beberapa teman saya yang saya jumpai di Hall Way menyapa ramah
" Gin outfitmu bagus sekali"
Atau beberapa orang yang baru kesambet juga menyapa saya
"Gin kamu kelihatan seksi deh hari ini"
Batin saya : "Ya ampuuun ini orang tadi sarapan apa bilang saya seksi -,-"


Ada juga yang menyapa agak aneh,
" Aren't your feet cold? You're the one of the craziest person in this school. It is snowing man"
Lalu dengan santainya saya jawab
"Nope. I am fine" *dengan senyum pertanda jari kaki yang tidak bisa digerakkan* haha
Beberapa poin teman saya itu benar, karena tidak semestinya berselop ketika semua orang memakai boot tebal mereka haha.

Sejenak kemudian saya sudah berada dikelas. Saya mulai presentasi dengan memperkenalkan pakaian saya. Dari filosofis blangkon dengan tonjolannya dibelakang sebagai tanda kesederhanan sampai selop yang membuat saya dikatai crazy.

Beberapa saat kemudian mereka akan bersorak "wooow. enaknya tidak ada salju"
Saya lupa mengatakan pada kalian guys, kebanyakan orang amerika tidak suka salju. Saya sendiri pun tidak. Awalnya memang menyenangkan. tapi lama-kelamaan merasakan juga ketidaknyamanan karena salju. Setiap berjalan akan licin, kaki tenggelam dalam salju, susah bernafas, dan hidung terasa basah setiap saat. Bibir juga akan berdarah jika anda tidak memakai lip balm. 5 menit tanpa melindungi tangan anda sudah cukup membuatnya susah digerakkan. Jadi, ketika saya mengatakan bahwa Indonesia panas setiap saat, maka mereka akan berteriak-teriak ingin datang.

Kemudian saya akan bercerita tentang Indonesia dan alamnya yang indah, dan beberapa dari mereka akan mengangkat tangan dan bertanya,
"Di Indonesia ada tivi sama cellphone ga?"
"Di Indonesia kamu sekolah naik kuda?"
Batin saya menjerit haha. Engga deng, batin saya ketawa.
Maklum, orang amerika tidak begitu pintar dalam geografi. Mereka bahkan tidak tahu dimana itu Indonesia. Beberapa saya tanyai dan mereka menebak itu ada di bagian tengah Afrika.
Yaampuuun, nebak benuanya bener aja engga -,-

Sejurus setalah itu, saya tampilkan tarian jawa dan suara gamelan. Beberapa dari mereka ada yang ketakutan haha. Orang amerika tuh tingkahnya aneh-aneh ya? :p Setelah itu saya tampilkan wayang kulit. Saya mendalang untuk beberapa saat. Dengan bahasa Ingrris tentunya. Selesei pertunjukkan mereka berdecak kagum dan memberikan sorakan keras sampai mengundang semua siswa datang ke kelas kami kala itu. Beberapa saat setelah itu saya bagikan wayang-wayangan kecil sebagai souvenir untuk mereka. Semua anak berebut. Beberapa protes dan marah-marah tidak dapat wayang-wayangan itu haha. Yang mendapatkan wayang-wayangan saya, benda itu mereka bawa kemana-mana. Mereka pamerkan ke teman-temannya yang lain yang tidak dapat. Sehingga satu sekolah sindrom wayang kulit. Guru Sejarah Amerika saya bahkan semenjak itu mengajar menggunakan wayang kulit yang saya berikan.

Disisi lain, saya juga berikan beberapa dari mereka pakaian batik. Keesokan harinya saya melihat seperti parade orang kondangan teman-teman saya memakai batik-batik itu. Entah mengapa, terharu saya melihatnya. Melihat bangsa lain begitu terkagum-kagum dan menikmati kebudayaan Indonesia. Sekaligus miris, melihat bangsa Indonesia sendiri justru tidak menikmati apa yang mereka miliki :(

Hari itu saya telah membuat suatu sejarah. Sejarah kecil memang. Tidak sebesar Uni Soviet ketika mengalahkan Jerman sebagai tanda berakhirnya perang di Eropa, namun paling tidak, hari itu saya telah mengubah beberapa pikiran manusia-manusia dari belahan dunia lain. Mengenalkan mereka dengan negeri bocah ingusan ini yang nun jauh disana. Dan mereka akan bercerita pada anak cucunya, bahwa seorang anak, pada hari itu datang. Dan menceritakan bagian lain dunia kepada mereka.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Paradoksal Matematika dan Kajiannya Dalam Lingkup Filsafat

Bukan sesuatu yang mengherankan jika matematika dikatakan sebuah paradoks. Atau sebaliknya didefinisikan sebagai inner-dimension (ruang lingkup dimensi) yang mencakup baik kebenaran secara utuh maupun kontradiksinya. Baik kebenaran secara koherensi, korespondensi, proporsional, performatif, proposisi atau bahkan yang bersifat paradigma. Atau mungkin sebaliknya tentang ketidakmampuannya mengequivalensikan suatu aksioma. Seperti yang diungkapkan Kurt Godel dalam teorema ketidak-lengkapan-nya (Godel's Incompleteness Theorem) bahwa disaat yang sama, aksioma berimplikasi logis pada kompleksitas dan menambah ruang lingkup. Yang berakibat pada ketidakmampuan memecahkan sesuatu seperti : kasus Twin Prime, Konjektur Goldbach, bahkan Hipotesis Riemann. Karena adanya beberapa aksioma yang saling berkontradiksi dan mempertanyakan satu sama lain.

Yang hendak saya angkat disini ialah sorotan saya terhadap matematika dari sudut pandang ilmu filsafat yang pada hakikatnya adalah suatu konsep dasar berpikir logis dan mengkritisi suatu masalah. Dua konsep dasar yang pada hakikatnya sama penggunaannya pada matematika. Bukan untuk membantah, namun hanya menambahkan beberapa algoritma pemikiran filosofis.

Matematika terlahir dari suatu pendefinisian abstraksi manusia terhadap sistem. Yang kemudian nantinya sistem itu sendiri diterminologikan sebagai numerik. Sebuah gagasan yang memang benar-benar bersifat filosofis dan abstrak. Didapatkan dari suatu pendefinisian dan pengaksiomaan yang mendalam. Sebenarnya salah juga saya mengatakan pengaksiomaan. Karena pada hakikatnya aksioma sudah terlahir dengan sendirinya sebagai konsekuensi logis dan ide dasar suatu ekspansi terhadap sistem lain.

Yang paling menggugah saya adalah tulisan Whitehead dan Russell dalam bukunya Principia Mathematica yang mengemukakan pembuktian dari 1+1 = 2.
Dari langkah awal mereka melakukan suatu pendefinisian terhadap istilah yang kemudian menelurkan terminologi. 1,2,3 dan seterusnya itu sendiri merupakan sebuah pendefinisan.
1 sebagai definisi awal dan 2 sebagai definisi suksesor 1. Atau :


Dengan definisi, 1 = {ø}, dan 2 = {ø,{ø}}, menambahkan satu ke semua nomor, memiliki artian membentuk kesatuan dari nomor tersebut dan set yang mengandung nomor itu sendiri.

Jadi, 1+1 = kesatuan (union) {ø} dan {{ø}}, i.e. {ø,{ø}} = 2.

secara equivalen, 0 = ø, dan secara umum n = {0,1,2,...,n-1}.

lalu n+1 = n union {n} = (0,1,2,...,n}.

jadi 1+1 = {0} union {1} = {0,1} = 2.

atau juga sejalan dengan aksioma Peano :

Bilangan natural terdiri dari satu set N bersama dengan "sucessor function" f() (fungsi aksen)
1. Kemudian ada anggota unik bilangan N tersebut , yaitu "1", yang merupakan fungsi bijeksi dari N-{1} ke N.
2. Jika, X, mengandung 1 dan bagaimanapun mengandung , n, dari N, maka ia juga mengandung f(n), kemudian X= N. (ini adalah "induksi")


Suatu langkah awal-wal pendefinisian bukan?

Dan seperti yang saya katakan tadi, beberapa diantaranya membentuk suatu non equivalensi yang kemudian dinamakan "Fallacies". Berbeda dengan kasus diatas tentang Twin Prime, Konjektur Goldbach dan Hipotesis Riemann yang lebih terfokus pada kontroversi di antara aksiomanya melainkan satu kasus ringan pada konsep dasar yang dipahami secara parsial. Atau diterjemahkan dalam ungkapan lain bukan karena kesalahan pada aksioma melainkan kesalahan pada struktur dan sistematikanya. Perhatikan contoh Fallacies berikut :

(Fallacy I)

Pernyataan 1 + 1 = 1

a = 1
b = 1

a = b
a2 = b2
a2 - b2 = 0
(a-b)(a+b) = 0
(a-b)(a+b)/(a-b) = 0/(a-b)
1(a+b) = 0
(a+b) = 0
1 + 1 = 0
2 = 0
1 = 0
1 + 1 = 1

dikatakan Falacy karena tidak seharusnya saling menghilangkan 0

(Falacy II)

Pernyataan 2 = 1

a = b
a2 = ab
a2 - b2 = ab-b2
(a-b)(a+b) = b(a-b)
a+b = b
b+b = b
2b = b
2 = 1

Dikatakan Falacy juga karena tidak seharusnya mencoret 0 di kedua ruas

(Falacy III)

Pernyataan 2 = 1

-2 = -2
4 - 6 = 1 - 3
4 - 6 + 9/4 = 1 - 3 + 9/4
(2 - 3/2)2 = (1 - 3/2)2
2 - 3/2 = 1 - 3/2
2 = 1

Dikatakan Falacy karena tidak memenuhi prinsip kuadrat walau terlihat identik benar

Begitulah matematika dan paradoksalnya. Kompleksitas dan kekurangannya. Definisi dan aksiomanya. Serta misteri yang masih belum terpecahkannya dengan" kontadiksinya".

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Ironisme Dasamuka


Tidak pun seorang raja mahabesar, hidup memang tidak mengenal belas kasihan. Ia mencabik semua yang pernah ada dalam lingkupan dimensinya. Tanpa terkecuali. Bukan hidup yang mencabiknya sesungguhnya. Melainkan sistem yang ada dalam suatu kata yang didefinisikan sebagai hidup itu sendiri. Dengan belatinya yang bermata seribu yang menusuk kemana pun, dimana pun, siapa pun. Dengan ironismenya.

Bahkan seorang Dasamuka yang memerintah Tribawana (walaupun secara ofisial dianggap memerintah Alengka) dengan Pancasonanya yang konon dapat membuainya dalam keabadian selama jasadnya menyentuh tanah, tidak kuasa bertolak dari suatu ironisme. Tidak seorang pun nyatanya.

Ironis, karena ia mati dalam hujatan. Dalam stereotip yang dibungkus doktrin yang dibenarkan. Memang benar, becik ketitik ala ketara. Lebih mudah melihat kejelekan orang lain daripada mengakui keistimewaan seseorang. Sing ala luwih ketara lan sing becik mung ketok setitik. Lebih mudah mencintai Ramawijaya dengan welas asihnya daripada belajar dari seorang Dasamuka.

Apakah dunia tidak lagi berpikir, kejayaannya, romantismenya dan kegigihan tekadnya? Tidakkah dunia sedikit saja mengahrgai usahanya? Minimal dia sudah menepati dharmmanya. Sebagai makhluk yang ditakdirkan terlahir sebagai raksasa. Kode etik raksasa, yang perlu diterjemahkan dalam dogmanya sendiri. Bukan ditafsirkan serupa dengan dogma kesatriaan.

Apakah dunia sudah lupa tentang pengorbanan Dasamuka untuk rakyatnya, Alengka semasa pangerannya dulu. Dia bertapa beribu-ribu tahun mengorbankan 9 kepalanya pada dewata. Sebagai tanda bakti dan untuk kesaktian, yang bermuara pada kejayaan Alengka.

Apakah dunia sudah lupa dengan sejarahnya sendiri, bahwa semenjak kemusnahan Alengka, tidak ada lagi kemakmuran sejaya jaman Dasamuka dimana rumah penduduk saja bertembokkan emas. Kemudian ia lari dari takdirnya dan mengubah namanya menjadi Singgelapura. Singgelapura? Hanya omong kosong Wibisana yang idealis. Kemudian kerajaan itu hanya musnah tanpa ada suatu catatan yang signifikan.

Dan ironis memang bahwa pada akhirnya ia bahkan tidak mendapat apapun dari pengorbanannya. Bahkan romantismenya kepada Sinta. Dengan sikap gentlemen menghargai keputusan Sinta untuk tidak sedikit pun tersentuh olehnya. Dengan kebijaksanaannya belajar dari Widowati. Dia masih mengambang dalam romantismenya. Dan dia mati dengan romantismenya.

Dasamuka oh dasamuka. Biarkan dunia menghujatmu, tapi setidaknya satu dua orang mengetahui apa yang telah kau perbuat untuk bangsamu untuk dharmmamu.
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Tinta Emas Surakarta


Banyak orang berasumsi bahwa kita baru merasakan kehilangan sesuatu ketika ia sudah jauh dari jangkauan kita. Begitu pula yang saya rasakan setelah bergumul dengan amerika dan hiruk pikuknya. Sedikit banyak terbesit kerinduan saya pada kenangan-kenangan saya dulu ketika masih di Solo. Ketika bergulat dengan hujan, panas dan segala momentum di dalamnya.

Saya sendiri mungkin hanya akan mengecap Solo untuk satu tahun ke depan. Dan tidak tahu kapan akan kembali lagi ke kota itu. Saya teringat "perjuangan" saya dulu ketika pertama kali menginjakkan kaki di buminya orang paling halus sejawa tengah ini dengan berbagai kesulitan. Saya sendiri dilahirkan di Solo, namun tidak cukup lama mengenyam hidup di kota itu. Sampai pada akhirnya saya merasakan merah hitamnya kota ini sebagai bocah Margoyudan yang bersekolah di SMA Negeri 1 Surakarta. Juga sebagai bocah kos-kosan yang selalu playon kesana kemari.

Hidup memang sebuah pembelajaran. Pun begitu dengan kehidupan saya yang baru itu. Di kota kenangan itu. Pertama kalinya saya belajar begitu banyak hal. Terlalu banyak mungkin sehingga kini itu merubah hidup saya sepenuhnya. Eeutuhnya. Sehingga bahkan saya tidak mengetahui kemana diri saya yang lama menghilang.Dari mulai idealisme hingga cara bertindak. Terlalu banyak tokoh dan figur yang menginspirasi saya. Terlalu banyak pepundhen yang semalam suntuk mungkin tidak akan sanggup selesai saya jabarkan jasanya.

Dari mulai Perbatasan Sragen- Karanganyar, sampai Cemani- Sukoharjo dan Winong Baru Boyolali terbentang figur-figur itu. Menorehkan sebuah berkas yang selalu tersimpan didalam untaian kisah nostalgia historis. Dan mencabik-cabik diri saya sehingga menuju suatu bentuk transformasi yang lebih baik.

Di balik tenda kusam Suromadu di Sondakan, terukir sebuah kenangan atas kebersamaan dan perjuangan. Mencari makan. Bersama dengan dua teman kos saya, mengarungi derasnya hujan untuk dapat mencicipi sego mawut Suromadu dengan asas BMW (Bersih, Murah, Wareg). Atau dari balik gemuruh suara gamelan di Mangkunegaran, saya lihat seorang anak SMA duduk hening menghayati dan menafsirkan pemahamannya. Yang kemudian nantinya anak itu menjadi pepundhen saya mengajarkan pada saya sikap lila legawa dan interpretasinya terhadap filsafat.

Atau dari kemegahan Sriwedari saya ingat ketika besoknya tidak ada PR, maka saya akan mengayuh sepeda melihat Wayang Orang meski kadangkala hujan turun ditengah perjalanan. Seringkali pula saya melihat wayang di TBS (Taman Budaya Surakarta) kemudian esoknya tertidur disitu hingga paginya seorang petugas menyapa saya "Bibar ningali wayang wau ndalu dek?"

Saya juga masih ingat kemana-mana selalu berjalan. Walaupun hujan selalu mengguyur kota itu. Justru dari sana saya merindukan masa-masa itu. Masa kelaparan di kos. Masa dikejar tuntutan ekonomi sebagai anak kos. Dimana saya belajar Tuhan Mahakaya dengan segala rezekinya. Karena walupun uang saya habis, pasti ada saja cara Tuhan mengirimkannya. Seperti ketika suatu saat seorang anak datang mengantarkan amplop berisi uang pada saya. Ketika saya benar-benar tidak memiliki uang bahkan untuk makan.
" Mas Gin, ini uang dari lomba debat kemarin". Jagad Dewa Bathara Gusti, njenengan Maha Welas.

Kemudian dari dinginnya pagi di Manahan, mengingatkan saya ketika pagi pelajaran Olah Raga saya akan pusing cari tumpangan. Setelah itu menyantap bubur ayam untuk sarapan bersama teman "pak ojek" saya. Satu-satunya sarapan seminggu sekali. Yaitu ketika ada pelajaran Olah Raga. Nantinya saya telat masuk kelas tambahan biologi atau mendapat muka kecut guru.

Dan dibalik nyanyian tembang lawas serta gemerlap lampu galabo saya merindukan saat-saat bersama seseorang yang darinya saya belajar ketulusan dan menghayati cinta sebagai individu muda seperti tunas yang baru tersiram air atau ulat yang hendak bermetamorfosis menjadi kupu-kupu. Sebuah cinta yang sudah semestinya beravatara dalam fase baru dalam penghayatan dan filosofisnya yang baru. Atau sama manisnya penghayatan itu sehingga mengubah orientasi dan filsafat cinta seluruhnya dan mentransformasikanya menuju bentuk eternalisme.

Dengan tulisan ini saya goreskan tinta emas dari sanubari saya yang terdalam sebagai ungkapan terima kasih untuk pepundhen-pepundhen, teman-teman dan orang-orang yang berharga bagi saya di Surakarta, dimana seorang Gineng Pratidina menemukan jati dirinya dan bermanifestasi memulai sebuah proses pembelajaran untuk menjadi individu seutuhnya.
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Sebuah Untaian Nostalgia Historis Bocah Margoyudan


Berikut ini adalah tulisan pepundhen saya mas Rudy Wiratama. Beliau sekarang adalah Mahasiswa Komunikasi Universitas Gadjah Mada sekaligus penulis beberapa artikel tentang Wayang dan kebudayaan. Sesama rekan pencinta wayang kulit dan kebudayaan Jawa dari SMA saya dulu, SMA Negeri 1 Surakarta. Sebagai sesama insan yang mengarungi lika-liku suka duka hidup di dalam lingkungan SMA N 1 Surakarta. Sekaligus sebagai sesama insan yang merindukan masa-masa itu kembali.

September,28 2009 oleh Rudy Wiratama sahabat baik, guru sekaligus pepundhen saya.

Ehem.

Saya baru saja membuka beberapa referensi yang berkaitan dengan SMA Negeri 1 Surakarta, sepulang saya dari kota Solo untuk beberapa waktu lamanya kembali bergumul debu di belantara Yogyakarta. Dari beberapa referensi itu saya menemukan beberapa hipotesis tentang kapan berdirinya SMA Negeri 1 Surakarta tercinta ini. Ada yang berpendapat bahwa SMA Negeri 1 berdiri sezaman dengan masa pendudukan Jepang,ada pula yang menyatakan bahwa SMA Negeri 1 berdiri pada masa perjuangan kita di tahun 1945.

Namun yang pasti bahwa sebuah sumber yang dapat dipercaya adalah turunnya SK pada tanggal 15 Desember 1949 yang menandai berdirinya SMA Negeri 1 Surakarta pasca Agresi Militer II pada tahun sebelumnya, yang berarti SMA ini lebih tua empat hari dari Universitas Gadjah Mada =P (SMA ini katanya adalah SMA "Mbarep" Se-Indonesia)

SMA Negeri 1 Surakarta, pada mulanya adalah SMA perjuangan. SMA Candradimuka. SMA di mana para siswa digembleng menjadi para Gatotkaca-Gatotkaca dan Srikandi-Srikandinya Indonesia, wabil khusus bagi keluarganya masing-masing. Menurut keterangan yang didapat pula dikatakan bahwa SMA N 1 Surakarta, begitu pula Surabaya, bukanlah hasil nasionalisasi dari AMS atau MULO yang berdiri pada masa kolonial, melainkan SMA yang didirikan atas dasar prakarsa para putra bangsa.

SMA Negeri 1 Surakarta, pada kemudian hari, tumbuh dengan segenap kebanggaan, dipupuk oleh keikhlasan dan pengabdian,menjadi sebuah kekuatan yang diperhitungkan dalam kancah nasional. Berapa menteri yang dihasilkan? Berapa pejabat yang ditelorkan? Berapa dokter, insinyur, ulama' bahkan orang gila macam saya yang telah dicetak oleh SMA Negeri 1 Surakarta?

SMA Negeri 1 Surakarta, beserta seluruh penghuni dan "almarhum"siswa alias alumninya,termasuk saya, tentu saja merasa bangga dengan ini. Tiap minggu, saat upacara pasti ada saja yang maju menerima piala, piagam bahkan medali di depan seluruh hadirin. Tiap saat pasti akan meluncur kata-kata "eh, Mas A atau mbak B ki mentas juara lomba anu lho..."

Namun adakalanya kita perlu tersadar, bahwa nostalgia yang overdosed bisa menjadi racun berbahaya yang bisa membunuh kita. Bisa menjadi sebuah bisa yang mematikan bagi SMA kita tercinta sendiri.

Jauh dari lindungan pohon tua yang memayungi latar Margoyudan, jauh dari sejuknya ruangan Masjid An-Nuur yang berdiri gagah, gemilang kubah besinya diterpa cahaya matahari, saya mulai bertanya-tanya.

Kini SMA Negeri 1 Surakarta sama saja dengan badan pendidikan lainnya. Di mana kata kerakyatan dan sekolah untuk semua hanyalah simbol pemanis halaman surat kabar dan majalah saja. Di mana semua keberpihakan kepada intelektualitas dan kreatifitas, saya kira sama usangnya dengan menara lonceng yang kini menjadi basecamp OSIS setelah sebelumnya menikmati masa-masa kejayaan memiliki headquarter sendiri.

Memang tak seratus persen anggapan saya benar, karena yang namanya anggapan itu pasti subjektif. Dan subjektifitas yang diumumkan, harus siap dikritik dan dipenuhi omongan kontra.

Tapi di luar sana, mulai ada anggapan bahwa SMA 1 Surakarta mulai menjadi SMA yang cuma hidup secara formalitas. Di satu sisi kegiatan siswa seakan menjadi terkebiri atas campur tangan birokrasi, sehingga yang ada sekarang adalah semacam ketertindasan sukarela dan kemenangan para pemegang kekuasaan atas siswa. (Jangan-jangan karena kegiatan siswa mulai diendus sebagai kekuatan subversif yang bisa meledak dan menjungkirbalikkan birokrat yang bobrok sewaktu-waktu? Wallahu a'lam)

Satu ilustrasi yang menarik, ketika saya di awal kelas tiga SMA, akan mengikuti lomba pidato berbahasa Jawa, kemudian tiba-tiba dipanggil oleh pembimbing saya, seorang guru senior dengan kata: Mas, nuwun sewu ini biar sekolah diwakili oleh putranya pak T......sabar ya mas, ini dhawuh dari atasan....". Saya bisa menerima hal itu, dan berkaca bahwa saya sudah termasuk siswa yang uzur, sehingga sepantasnya saya membiarkan tunas-tunas baru tumbuh dan ngrembuyung, meneduhkan SMA N 1 Surakarta.

Saya tak habis pikir. Dari tahun ke tahun, SMA kita tercinta ini makin kehilangan militansinya. Kehilangan perbawanya. Seakan benar kata leluhur, " ageng nanging ora agung, ayem nanging ora ayom". Karena pada dasarnya Agung dan Ayom itu tidak bisa turun dari langit secara tiba-tiba, melainkan dengan mental yang samad-sinamadan, daya-dinayan, saling sokong dan saling dukung serta dikompori dengan semangat yang Spartan.

SMA kita bukanlah SMA yang "ussisa 'alas-siyasah", bukan SMA tempat intrik dan konflik, bukan SMA ajang pamer kuasa dan harta, bukan SMA sinetron tempat pameran kegantengan dan kecantikan.

SMA kita, sekali lagi tak bermaksud untuk meninggikan chauvinisme, adalah SMA yang menjadi kebanggaan, tak cuma oleh intern siswa dan alumni serta gurunya, melainkan kebanggaan semua. Kebanggaan seluruh masyarakat Surakarta.

SMA Negeri 1, saya tak mau banyak mengritik, mestinya harus tepa sarira, (selira itu artinya biawak,sarira itu artinya diri,badan. Jadi tepa selira itu sebenarnya bukan mawas diri, tapi melihat biawak,hehehe) dengan menghayati kembali Mars-nya:

SMA Negeri Satu Tercinta nan kuluhurkan
Pendidikan tunas cendekiawan setia, pembela nusa dan bangsa
Guru-muridnya kerja bersama, satya bhakti Pancasila
Tak 'kan lengah,bhakti pertiwi, sukseskan kerja pembangunan
Tetap harum, lekat di hati, SMA Satu kujunjung tinggi.....

Masjid An-Nur, pohon Ringin "MG", lapangan tengah, warung Pak Gimin, parkiran wetan, kantor guru, I'll Miss You!

SELAMAT MILAD KE-60 SMA NEGERI 1 SURAKARTA. Salam rindu dari cah ra mutu yang pernah merasakan nikmatnya bersekolah di Margoyudan....
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

[Live as an exchange student] Part.11 -- American Classes Selayang Pandang version


Mungkin sudah saya uraikan diatas bahwa pengambilan kelas di Amerika adalah menggunakan dasar sisitem credit. Seperti sks pada kuliah mungkin. Ada 7 mata pelajaran yang diajarkan setiap harinya. Beberapa ada kelas requirement (diwajibkan) dan kelas lainnya adalah oposional. Tidak seperti di Indonesia yang mana antara hari satu dengan lainnya kita mendapatkan jadwal yang berbedA, di Amerika setiap harinya jadwal adalah itu-itu saja. Ya tadi 7 mata pelajaran tersebut. Hari aktif sekolah adalah 5 hari dari hari Senin hingga Jum'at. Sabtu - Minggu adalah libur. Sekolah diawali dari jam 8 selesai jam 15.30 sore. Di sela-sela itu kami mendapatkan jam makan siang di cafetaria sekolah sekitar pukul 13.00 - 13.30. Menunya bermacam-macam dan bervariasi setiap harinya. Ada Burger, Pizza, Spagheti, Tacos dan sebagainya . Jam makan siang tidak harus di cafetaria sekolah, siswa bisa saja pergi ke McDonald atau bahkan pulang ke rumah, asal pada saat waktu yang ditentukan sudah kembali ke sekolah.

Hal yang saya kagum adalah, sebelum memulai pelajaran Amerika selalu "bersumpah" pada bendera. Bahwa akan mengabdi di bawah satu bangsa, dan Kemuliaan Tuhan untuk Amerika. Mungkin sama halnya dengan upacara bendera di Indonesia setiap senin. Bedanya, mereka melakukan setiap hari walau hanya beberapa menit. Di setiap kelas selalu ada bendera Amerika Serikat. Amerika Serikat adalah bangsa yang berpatriotisme tinggi. Mereka tidak membiarkan doktrin negara manapun diserap anak-anak mereka. Suatu hal yang patut dijadikan contoh mungkin bagi Indonesia. Amerika adalah bangsa yang kritis, namun mereka mengkritisi bangsanya bukan dengan cara yang anarkis dan sarkastik. Kritik adalah untuk membangun, bukan merusak citra.

Di Amerika, requirement class saya adalah mengambil satu subject matematika, satu subject sains, English dan United States History. Lainnya adalah kelas bebas. Saya mengambil Aljabar, Kimia, English, US History, Gizi , Marketing dan American Goverment.

Pengajaran di Amerika bukan menggunakan White board apalagi Black board. Tapi menggunakan layar touch screen yang terhubung dari komputer menggunakan proyektor. Spidolnya pun spidol touch screen yang bisa berganti-ganti warna tanpa harus mengubah spidol, cukup klik warna maka akan sendirinya ganti. Mau menghapus tinggal customize ukuran penghapus dan klik terhapus. Ulangan tidak memakai kertas, tetapi siswa diberikan seperti handphone yang terhubung ke layar touch screen tadi dan tinggal memencet saja handphone-handphone-nan itu haha. Mirip alat "ask audience"nya Who wants to be Millionaire dan jawaban bisa disurvey.

Pengajaran juga sangat interaktif, siswa terlibat aktif dalam diskusi dan sebagainya. Anak amerika memang memiliki semangat belajar yang tinggi. Ketika sudah di kelas, mereka tidak akan membicarakan hal lain kecuali pelajaran. Ketika tidak mengerti langsung angkat tangan dan bertanya. Kadang pertanyaannya sangat konyol, tapi apapun itu mereka angkat bicara. PR dicocokkan masing-masing siswa, dan pada akhirnya disuruh menyebutkan berapa kesalahan mereka. Dengan jujur mereka mengatakan 27 atau 21 dari 30 soal. Tidak seperti di Indonesia, anak-anak mungkin sudah dengan liciknya memanipulasi salah mereka :p Kelas pun dibuat seaplikatif mungkin. Misalnya, saya mengambil kelas marketing. Project class saya adalah menjual suatu produk dalam 3 bulan. Dan dibuat kompetisi siapa yang prosentase keuntungannya paling tinggi. Ketika jam pelajaran marketing, siswa benar-benar terjun ke lapangan menjual produk mereka dengan strategi pemasaran masing-masing. Saya sendiri berjualan nasi goreng Indonesia didekat Main Street bersama teman saya dari India yang dulu pernah saya sebutkan di post.an sebelumnya. Dikelas marketing juga kami menganalisis produk-produk dengan strategi mereka. Setiap minggu kami melakukan yang namanya Tasting Test untuk produk makanan. Guru marketing saya akan membawakan sampel makanan dan kami akan menganalisis harga, rasa, dan sistem packaging produk tersebut. Hal yang paling saya suka dari kelas ini hehe. Karena sering kali Tasting Test ini adalah makanan-makanan mahal, seperti Pizza atau Burger. Kami membandingkan Pizza dari Pizza Hut dan Domino's dan sebagainya. Saya mengambil 4 potong Pizza Hut dan 4 potong Domino's :p Teman saya ada yang mengambil hampir satu dus nya masing-masing Pizza. Kemudian guru saya menegur :
"Hei, hei ini Tasting Test mas. Kok banyak sekali ambilnya"
Teman saya : "Sense of Tasting saya kurang bagus bu. Jadi saya perlu banyak sampel"
Batin saya : "Ah, ngeleeeeeeeeeeeeees"
Tapi ya toh dibiarkan saja oleh guru saya itu karena memang banyak Pizza yang tersedia.

Kelas yang paling saya senangi adalah matematika dan kimia. *Padahal dulu di Indonesia ga akur akur banget sama sains :p * Karena di kelas itu saya tidak perlu mikir dan malamnya tidak perlu belajar. Kurikulum Indonesia terlalu sempurna untuk membuat anak Indonesia terlihat pintar ditengah-tengah anak Amerika haha. *Terima kasih guruku* Sedangkan kelas yang paling saya benci adalah English, United States History dan American Goverment. Di pelajaran Bahasa Inggris saya mungkin adalah yang palig bodoh sekelas. Setiap hari kerjaannya menganalisis cerpen, puisi dan sebagainya seperti pelajaran bahasa Indonesia. Padahal cerpen, puisi atau novel Inggris ditulis dalam vocabulary satra yang rumit dan saya tidak pernah paham sebelumnya. Jadi setiap baca novel yang lain sudah mendapat 15 halaman, saya masih 2 halaman karena habis untuk menterjemahkan arti kata. Sedangkan di American Goverment saya harus mempelajari konstitusi yang mana bahasa constitusi sangatlah rumit. Yaitu Bahasa Inggris kaku dengan grammar yang super perfect. Yah~begitulah.




  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

[Live as an exchange student] Part.10 -- Kekatrok'an Anak Indonesia


Saya suka tertawa sendiri mengingat beberapa kejadian yang menimpa saya dan teman-teman Indonesia lainnya dari mulai keberangkatan hingga sampai di negara ini. Kejadian yang mungkin saya istilahkan sebagai kekatrok'an haha. Atau kealay'an mungkin untuk beberapa orang. Atau apalah namanya. Orang yang paling gaul sekalipun di rombongan kami masih saja alay :p Senang juga menyaksikan teman-teman saya menjadi katrok. Tapi perih juga dibilang katrok gantian haha.

Dimulai dari masalah toilet. Hal pertama yang membuat kami takjub adalah toilet di Frankfurt, Jerman yang menggunakan teknologi sensor. Jadi kamu hanya tinggal mak kluyur saja sebenarnya.. Tapi namanya barang baru liat, pasti kaget. Saya coba cari dimana tombolnya. Saya pegang semua bagian panel toilet. Masih saja tidak keluar air. Lalu saya pukul-pukulkan tangan saya seperti ketika tivi rusak. Mash juga belum keluar. Saking stressnya akhirnya saya tinggal pergi begitu saja. Ah bodo amat, salah sendiri toilet aneh. Tiba-tiba baru beranjak sebentar mak byuurrrrrrr air dengan sendirinya keluar menyapu bersih toilet. Pemikiran saya masih saja katrok.
"Tuh kan, habis digedor jalan. Toilet Jerman kok ketinggalan jaman sih"
kemudian saya perhatikan lagi secara seksama ada seperti sinar merah didekat panel. Daritadi saya berpikir :
"Ini merah-merah apa sih? Kamera pengawas? Masa di toilet dikasih kamera segala? Mana ditaruhnya pas pula"
Usut punya usut ternyata itu adalah kamera sensorik ultramerah yang akan menyapu kotoran di toilet dengan otomatis. Eit, kekatrokan belum berakhir. Teman-teman saya ternyata pada akhirnya mengetahui hal itu juga. Dan secara bergantian bermain-main dengan toilet itu. Ada yang duduk sebentar terus berdiri dan mak byurrrrrrrrrrr. Ada yang duduk setngah berdiri, air tidak keluar. Kemudian berdiri dan mak byuuuuuuuurrrrrrr lagi. Ada yang menusuk-nusuk mata inframerah. Ada yang mengabadikan toilet tersebut ke kamera.
"Ih bagus ya, ih bagus ya"
batin saya :
"Perasaan mau ke amerika, kok yo katrooook"

Hal katrok kedua adalah shower. Kami menginap di Hotel Hilton sebelum berangkat ke tujuan masing-masing. Hotel Hilton adalah Hotel Bintang 7 yang sangat mewah. Segala didalamnya serba aneh bagi kami. Di hotel itu juga pertama kalinya saya merasakan kunci kamar dengan kartu. Sebelum masuk kamar, saya gesekkan kartu itu kemudian pintu membuka otomatis. Kekatrokan kecil dimulai, saya gesek-gesekkan kartu itu berulang kali. Merasa betapa bagusnya kartu ini. Kemudian saya berlagak seperti kartun digimon di tivi dengan mengumpamakan kartunya sebagai kartu digimon haha. Sampai seseorang teman dari Turkey lewat didepan kamar saya dan menyeringai aneh, baru saya masuk kamar :p
Kemudian saking panasnya saya ingin langsung mandi. Kamar mandinya bath tub dengan shower ternyata. Batin saya :
"Alah, kamar mandi gini. Gw tau caranya cuy. Ga bakal katrok nih kali ini"
Kemudian saya hampiri tombol shower dan saya pencet. TIT. Tidak ada reaksi.
"Mampus katrok gw kumat"
Kemudian saya otak-atik. Saya anggap upaya saya sudah maksimal. Saya berjuang selama satu jam menganalisis, memberi hipotesis dan bereksperimen. Masih saja gagal. Akhrinya teori sosial saya gunakan. Saya tanya teman kamar di depan saya. Eit, jangan lupa. Kesempatan main kartu digimon :p haha
Kemudian saya tanya :
" Cuy, lo nyalain showernya gimana?"

Teman saya menjawab:
"Katro lu. Diputer cuy keran yang atas."

Saya kembali ke kamar. Saya putar keran itu ke atas, masih juga belum nyala. Akhirnya 15 menit bermain putar-putar, saya seret teman saya untuk bertanggungjawab hahaha.
"Udah gw puter nih. Masih ngadat"
"Iya nih. Rusak kali cuy"
"Iya apa ya? ok deh tak tanya resepsionis"
Akhirnya saya bertanya ke resepsionis dan dengan sangat professional dia merespon:
"Ok. Akan kami kirimkan ahli mekanik kami ke kamar anda"
"Buseett. Shower doang pake kirim ahli mekanik"

Akhirnya saa kembali ke kamar bersama ahli mekanik tadi dan langsung menuju bathroom. Disana, sang ahli mekanik hanya mengamati 4 detik. Sungguh hebat. Dan dengan sigap tangannya meraih suatu tombol. TIT.
"Yeee, ini mah belum dipence atuh" katanya.
Mampuuus gw mati malu cuy hahaha.
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

[Live as an exchange student] Part.9 -- Ramadhan di Amerika Serikat

Betapa bodohnya saya justru melupakan tulisan satu ini untuk saya tulis disini. Karena mungkin beberapa dari tulisan saya terdahulu ada yang saya sangkut pautkan dengan bulan puasa di Amerika Serikat. Nah, dengan entri ini saya buat satu uraian yang lebih mendalam tentang suka duka bulan puasa di Amerika.

Kebetulan ramadhan bertepatan dengan musim summer di Amerika Serikat. Yang berarti saya harus mengalami waktu puasa yang lebih panjang karena pada summer matahari bersinar lebih lama. Sekitar jam 8 malam mungkin baru terbenam. Jadi, jam 19.00 atau 19.30 itu masih terang benderang. Suat keadaan yang aneh bagi siapapun yang baru pertama kali mengalaminya. Hari terasa lebih berat dan kurang istirahat. Beruntunglah yang mendapat winter ketika ramadhan seperti di Inggris karena mereka hanya akan berpuasa 9-10 jam. Sebenarnya perlu diklarifikasi juga apa yang saya katakn beruntung tadi hehe. Bagi sebagian orang, dengan adanya puasa di musim summer seperti ini artinya ramadhan lebih panjang dan tentunya lebih banyak membawa berkah :)

Orang Amerika sangat menghargai ibadah kita yang satu ini. Mereka tidak akan makan di depan kita jika mengetahui kita berpuasa. Justru mereka terkagum-kagum dengan ketaatan orang muslim yang satu ini. Saya kira tadinya berpuasa di Amerika akan sangat sulit sekali. Tapi ternyata karena kerendahhatian mereka, saya bisa menikmati bulan puasa selancar di negeri sendiri *ga lancar-lancar banget sih*

Tapi memang tidak selamanya berpuasa disini lancar. Karena seringkali saya merindukan apa yang orang-orang bilang "buber" atau "buka bersama". Saya iri dengan teman-teman saya yang di Indonesia gembar-gembor buber sana buber sini melalui facebook. Saya juga merindukan ketika tiap kali saya sahur, akan ada acara komedi yang menemani sahur saya. Atau iklan di tivi-tivi yang menyatakan "Selamat Menunaikan Ibadah Puasa". Kerinduan saya beralasan karena mungkin saya hanya 0.01 % muslim di kota saya. Islamic center terdekat ada di Denver, capitol city yang berjarak kira-kira 3 jam perjalanan.

Saya harus buka dan sahur dengan hamburger atau junk food lainnya. Rasanya kurang sreg saja. Biasa makan burger sebagai snack. Sekarang malah cuma makan burger. Berasa belum makan saja. Sahur bangun sendiri. Kelontengan sendiri. Makan sendiri. Tidak ada bunyi anak-anak bermain tomrengan sambil berteriak "sahuuuuuuuuuur sahurrrr" lagi. Tidak ada suara masjid mendengungkan ayat suci. Benar-benar hening.

Yang membuat saya lebih nratap lagi adalah lebaran. Karena bisa pulang pun tidak. Padahal teman-teman gembar-gembor di facebook akan pergi ke inilah itulah. Mimpi saya, saya hanya ingin pergi ke Denver lebaran nanti. Bagaimanapun caranya. Saya ingin bertemu saudara-saudara muslim disana. Denver. Denver. Denver.
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

[Live as an exchange student] Part.8 -- Chemistry Class


Kimia?????? "Amit-amit jabang bayi, Gusti". Mungkin dulu sewaktu saya masih di Indonesia kata-kata itulah yang akan terucap ketika mendengar kebesaran nama kimia. Guru saya sangat "tegas" dan....gimana ya, susah diungkapkan. Dibilang killer iya, sangar iya haha. *ga deng bu* peace :p Dulu guru kimia saya di Indonesia jika menunjuk seseorang untuk maju di depan kelas adalah dengan menggunakan tanggal.
" Tanggal berapa ini anak-anak?"
"5 buuuuuuuuuuuu...!" jawab sekelas serempak
"(duh mampus gue)" *perlu diketahui absen saya adalah 15*

Kenapa mampus? Karena dari 5 nanti 15 kemudian 25. Yaitulah nomor saya . Sebelum nomor 5 selesai saya akan berlari kesana kemari mencari sumber jawaban soal selanjutnya agar tidak dihabisi ketika maju nanti.
"Itu x nya massanya siaapa, gineng?"
"Massanya hidrogen bu"
"Hayooooo..... x nya sudah direaksikan belum?"
"(mampus dah, habis bener nih gue)"

*begitulah suasana pelajaran kimia di Indonesia dulu. Selalu senam adrenalin dan banyak berdoa malam sebelum jadwal kimia :p* Maaf ya bu hehe.

Tapi karena guru tersebutlah saya bisa cukup menuai sukses di Amerika. Kebetulan di negara ini saya juga mengambil kimia sebagai mata pelajaran saya. Karena memang pelajarannya tidak begitu berat. Anak amerika dikasih soal kimia stoikiometri Bu Uut *nama guru kimia saya di Indonesia* mungkin sudah pilih berhenti sekolah :p

Kelas kimia adalah kelas favorit saya disini. Karena banyak alasan. Saya sampai terkesimanya hingga saya post di blog ini. Salah satu sahabat baik saya juga ada di kelas ini. Kevin namanya.
Yang saya heran dari kelas ini adalah 180 derajat berbeda dari kelas saya dulu. Bedanya, alamaaaaaaak. Ngekek sampai-sampai saya haha. Judulnya kelas kimia. yang saya bayangkan adalah orang-rang jenius yang ilmiah. Eh, *bukan ngejek lho ya* orangnya sableng semua haha.
termasuk sahabat saya itu. tiap hari kami selalu ada jam laboraturium. Laboraturiumnya sangat lengkap dan seperti di tivi-tivi. Berasa alchemist beneran dah. Nah, sahabat saya itu di laboraturium cuma plonga-plongo. Akhir eksperimen malah kebakaran xD

Yang saya heran dikelas saya ini orangnya gendut-gendut dan tukang makan. Kebetula ngurunya baik hati selalu meyediakan makanan dikelas. Jadilah dikelas berisik suara soda disedot atau kriuk-kriuk potato chips. Pernah suatu hari sang Guru membawa spagheti untuk uji lab. Baru ditinggal mempersiapkan lab, spagheti tersebut sudah raib dimakan teman-teman Rata Penuhsaya. Ketika datang dan ditanya teman saya ini hanya menjawab :
"Loh. Memang tadi ada spagheti Mrs. Curtis?"
Guru saya : " Ada yang makan spaghetinya ga?"

"tentu saja tidak"

Guru : " Bener nih? Saya membawa sphageti sampel loh. Kamu makan yang mana?"

Teman saya : "Yang warna plastiknya biru bu!
Guru : "Hayoooo...ngaku kan akhirnya? Untung yang biru. Yang satunya ada kontaminannya tau!"
*Kelas diam*

Ada lagi teman saya bernama Casey Spitz. Tapi saya memanggilnya Steven Gerrard. Karena memang mirip Steven Gerrardnya Liverpool. Tapi dia sendiri tidak tahu siapa itu Steven Gerrard. Tontonannya sehari-hari cuma American Football. Dia adalah orang paling kontroversial di kelas. Dibilang kontroversial karena semua eksperimennya tidak pernah berhasil! *satu* Suka bermain-main dengan alat laboraturium *dua* Dia adalah orang yang paling rawan kecelakaan di laboraturium. Jika berkelompok harus 5-6 orang di kelompok dia. Padahal hanya dianjurkan 3. Untuk apa 3 lainnya? Untuk memantau Steven Gerrard tidak melakukan apa-apa haha.
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

[Live as an exchange student] Part.7 --- Wong India

Halo teman-teman sebangsa dan setanah air. Saya mau berbagi cerita lagi nih. karena hari ini sedang kesal-kesalnya dengan teman exchange saya dari India, maka saya ingin menyampaikan sekelumit tentangnya pada kesempatan kali ini (auwah) Bukannya ngrasani lho ya. Biar jadi pengetahuan saja. Begini sekelumit kisah tentangnya. Sebut saja namanya bunga :p *padahal cowo*

Pertama kali saya bertemu dia di orientasi Washington DC. Saya satu kelompok dengan dia karena mendapatkan placement yang sama. Bahkan kota yang sama. Kota yang saya tempati sekarang. Dari kesan pertama saja saya sudah tidak simpatik. Dia merengek-rengek tidak mengikuti sesi karena pusing. Kemudian hari-hari pertama kami ditempatkan disatu rumah. Saya mengalami berhari-hari bersamanya. Dia adalah orang yang egois yang tidak pernah mau mengalah. Sifatnya keras. Suka merepotkan orang lain. Sedikit-sedikit memerintah. Karena hari-hari awal saya turuti saja. Lama-lama sewot juga. Ora duwe rasa pekewuh blas kalo orang Jawa bilang. Omongannya selalu keras. Sarkasme dan menyombongkan diri. kalau diberi pekerjaan suka melarikan diri kemudian ke kamar untuk online facebook. Masih ingat yang mengatai saya : you're fuc*king stupid, man di locker? Itu juga dia.

Dia mengambil semua subject science di sekolah kami *subject diperbolehka memilih* tapi kemudian dia membatalkan semuanya setelah bertemu guru fisika dan guru kimianya. Dihadapan semua orang dia berceloteh tentang teori ini itu. Begitu juga matematika. dia mengambil semua bab pada matematika. tapi ujung-ujungnya dia berkata kelas trigonometri dan kelas matematika membosankan. Jadilah dibatalkan beberapa sciencenya. Kemudian dia mengambil kelas marketing. baru beberapa hari dia mengeluh kelasnya terlalu berat. Kemudian memutuskan mengambil kelas science. dihadapan guru marketing *yang juga subject yang saya ambil* dia berkata dengan angkuhnya kalau dia bosan dengan science di amerika karena sudah dipelajari semua. Padahal dia pernah bercerita pada saya kalau dia tidak bisa mengikuti. Kemudian dia bertanya pada guru marketing saya apa science yang levelnya paling tinggi *kalau anda jadi saya mungkin sudah anda jitak dia di tempat, bung* Guru marketing saya untungnya guru yang sabar. Dia mendengarkan semua celotehannya tentang India. Saya sudah bosan dengan ceritanya. Bukan dengan india tapi dengan cara dia berbicara yang angkuh. Setelah itu adalah jam lunch. Guru saya masih dengan baik hati menawari mau makan di cafetaria sekolah atau keluar ke fast food. Dia dengan tanpa pekewuhnya minta ke restoran fast food paling mahal *saya di ajak juga sih, tapi saya tolak karena kebetulan bulan puasa*. Dan lagi-lagi dengan angkuhnya mengatakan cafetaria sekolah payah blablabla. kemudian saya bertanya pada guru saya : "Do you eat outside oftenly?"
Beliau : "Not realy. I prefer to eat at school, bud"
Mampussssss looo haha.

Dia juga seorang muslim tapi hanya 3 hari berpuasa di bulan ramadhan. kemudian ketika kami menonton tivi bersama dengan mengunyah makanan dia berceloteh yang dalam bahasa indonesia : "hei. Orang puasa itu ga boleh nntn tivi"
*nyam nyam nyam clllurrp cluuurp (suara orang makan dengan mulut penuh)*
"Gw gampar tivi tau rasa lo"
Kemudian dia mak sluyuuur main komputer dikamar ayah angkat saya. Dia ubah background dikomputer dan settingan-settingannya. Dia ubah backgroundnya menjadi gambar dia yang sedang nampang. Punya hak apa coba dia merubah barang milik orang lain? Setelah ayah saya tahu beliau marah-marah. Beliau mengatakan yang dalam bahasa jawa : "
"Iki bocah duwe tata krama ora to? Jan~ judeg aku. Emange aku meh ndelok rupamu po neng komputerku? Sabetakke prabatang kumyur saka andhamu *walah malah bablas ndalang :p*"
Tapi si india suadah pergi. dia hanya mampir ke rumah kami.
"Gw tambah gampar komputer lo"
Ya Allah kok ya ada makhluk seperti itu. Semoga Engkau membukakan pintu ampun untuknya dan untukku *yang telah ngrasani* amiiiin :)
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

[Live as an exchange student] Part.6 -- American High School


Sekolah saya adalah Rata Penuh Sterling High School. Berada di Sterling, Kabupaten Colorado :p Mengangkat tema orange sebagai dominant nya dan TIGERS sebagai simbol. Sehingga lebih dikenal sebagai Sterling Tigers. Begitulah setiap High School di amerika. Mereka memiliki maskot sebagai lambang sekolah. Misalnya kota tetangga kami, Fleming bermaskotkan Wild Cat. Atau Fort Morgan yang bermaskotkan Bulldog. Macam-macam maskot itu. Bisa hewan bisa binatang mitologi. Sekolah saya sangat besar. Dengan gym dan lapangan yang lengkap. dari mulai Basket, Softball, Baseball, American Football, Soccer kami punya semua lapangan. Disertai laboraturium yang juga serba lengkap dan bersih. Di setiap sudut sekolah juga disediakan mesin minuman dan keran air minum. Oh iya, jangan lupakan juga locker. Setiap siswa memiliki locker masing-masing untuk menyimpan barang-barang mereka. Karena aturan di sekolah tidak memperkenankan siswa membawa backpack atau tas gendong. Saya memilki cerita dengan benda satu ini. Karena sya pada awalny tidak tahu bagaimana memakai locker. Ini tidak seperti kita menyimpan kunci untuk locker kita. tapi kita diberikan kombinasi angka untuk membukanya.

Sialnya saya tidak pernah bisa membuka kombinasi angka itu. Selalu saja stagnan. Padahal perasaan saya sudah saya utak-atik beratus-ratus kali untuk kombinasi tersebut. Alhasil saya harus selalu menenteng buku yang maha tebal untuk dibawa kemana-mana. Di amerika, buku cetak dipinjamkan. Dan untuk satu mata pelajaran bisa sampai setebal 800 atau 900 halaman. textbook kimia saya bertebal 1325 halaman kalau tidak salah. Dan dalam satu hari akan ada 7 pelajaran. jadi saya menenteng 900 x 7 = 6300 halaman + buku tulis di hari-hari awal. Mantaaaap. Padahal kelasnya adalah sistem moving class. Jadi saya harus lari-lari menenteng 6400 halaman (saya sumsikan buku tulis saya 7 buku 100 halaman) tiap hari. Gara-gara locker. Teman exchange student saya dari India samapi dengan kasarnya mengatakan :
" You're fu*king stupid, man!"
Batin saya : "Mbok ben to, asal ku saka ndeso og"

Pelajaran di amerika bisa dibilang relatif sangat mudah. Karena misal : aljabar yang saya pelajari disana adalah pelajaran kelas 1 SMA di Indonesia. Begitu juga kimia dan lain sebagainya. Saya berterimakasih pada Departemen Pendidikan Indonesia atas kurikulum yang diberikan sehingga memungkinkan saya membodohi anak-anak amerika :p Tapi dalam hal konsep saya salut pada pendidikan amerika. Mereka akan membicarakan topik yang ada hingga benar-benar tuntas dan jelas. Untuk konsep Independent dan depenent variabel pada aljabar saja (saya ngambil aljabar sih jadinya cerita aljabar mulu) membutuhkan satu jam penuh. Dan yang saya suka, apabila guru memberikan PR dan anda mengerjakannya butuh waktu lebih dari 15 menit. Maka anda boleh memprotes guru yang bersangkutan atas PR yang diberikan haha. Kapan-kapan kalo males mau protes ahh :p

Ada hal yang membuat saya kaget. Suatu saat guru pelajaran food and nutrition saya bertanya :
" Apakah yang disebut sodium chloride?"

Kelas sepi. Sontak saya spontan pun menjawab :

" elemen-elemen yang membangun garam dapur (NaCl)"

Dan tidak saya sangka, teman-teman sekelas saya mempelototi saya. Semua murid. Saya tidak tahu apa artinya. Apa jawaban saya sangat salah? Tiba-tiba serempak mereka berkata :

"Kamu pintar ya?"
Saya : "What? Enggak ah"
" Tadi itu kamu bilang apa? Jelasin dong."
Saya : " Garam. itu tadi komponen-komponen garam"
"ah aku masih ga ngerti kamu ngomong apa deh"
Batin saya: Apaaaa? NaCl aja ga tau? Coba saya di Indonesia dengan kondisi seperti itu. Guru kimia saya sudah akan pingsan mungkin haha.
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

[Live as an exchange student of AFS] Part.5 -- Amerika Selayang Pandang


Amerika tidaklah seburuk yang dibayangkan. Tapi juga tidak semegah yang dibayangkan. Kurang tepat jika orang timur menyebut orang barat tidak punya norma kesopanan. Pertama, karena budaya sifatnya relatif. Tidak ada benar atau salah dalam suatu budaya. Tergantung sejauh mana dan dimana budaya itu dipakai. Yang kedua karena dalam beberapa hal, harus saya akui orang amerika sangatlah sopan. Contohnya : Ketika ada murid baru di Indonesia mungkin akan ditanya,
"Lo asalnya darimana?"
"Dari Solo bang"
"Oh. punya saudara disini?"

Mungkin sebatas itu pada umumnya. Sedangkan orang amerika tidak segan-segan akan mengungkapkan kekagumannya atau rasa apresiasinya.
"Where are you from?"
"Indonesia"
"Wow. Cool. Nice to meet you. Welcome. Hope you''ll like our small town :) How's america as far going? Is it good?"
Bisa dirasakan bagaimana perbedaannya.

Dan yang saya suka adalah mereka selalu mengucapkan "thank you" dan "excuse me" atau "Im sorry". Gentlement untuk mengagumi sesuatu dan gentlement untuk mengakui kesalahan. Suatau hari saya pernah diminta untuk membersihkan debu dengan vakum cleaner. Padahal hanya sedikit sekali debu yang ada. Dan bukan pekerjaan yang amat sulit karena peralatannya praktis. Tapi masih mendapat : "Thanks so much for doing that" Sebuah kata-kata yang tidak pernah saya temukan dalam hidup saya di Indonesia selama 17 tahun ini untuk sebuah pekerjaan yang kecil. Bisa juga dicerminkan dengan kata-kata orang amerika : "Nice try, man!" Mereka menghargai sesuatu yang gagal sebagai usaha yang baik.

Lalu lintas di amerika sangat teratur. Namun jarang sekali ditemui lampu merah di sepanjang jalan. lampu merah hanya ada di jalan-jalan besar atau Main Street. Pengemudinya hanya saling memberikan jalan pada yang lain. Didasari rasa saling peduli lalu lintas dan toleransi. Saya juga kaget ternyata amerika justru jarang lampu merah (kecuali di New York city mungkin). Di dalam kehidupan berlalulintas orang amerika juga terdapat istilah "speed limit" dimana di setiap area tertentu ada batas kecepatan yang harys dipatuhi. Di Indonesia mungkin jika dijalan sepi, kita bisa saja memacu kendaraan kita sampai 120 km per jam. tapi di amerika walaupun jalanan sepi, masih terikat speed limit. Yang di setiap ruas jalannya terdapat radar sensorik yang dapat merekam kecepatan. Yang melebihi speed limit tentu akan ditilang haha.

Hampir saya tidak dapat menemukan orang miskin di amerika. Semua orang punya mobil paling tidak dua. Bahkan ada satu keluarga yang setiap anggota keluarganya memiliki mobil semua. Dan mobil-mobil tersebut bukan lah mobil yang murahan diliat dari merknya. dugaan saya, mungkin di daerah pedesaan seperti country-country bakal memiliki orang miskin. ternyata dugaan saya meleset jaaaaaaaaauhhhhhh. Karena mereka justru memiliki alat-alat berat yang jauh lebih mahal dari mobil. Traktor dan sebagainya semuanya serba otomatis. Saya iseng bertanya berapa harga satu ban besar traktor tersebut dan hasilnya adalah setengah harga sebuah mobil untuk satu ban nya.

Dan di amerika matahari baru terbenam jam 8 malam. Pertama kali saya datang saya heran, karena jam 7 malam masih saja seterang jam 4 sore di Indonesia. Mungkin itu sebabnya orang amerika mengatakan jam 8 masih good evening. Bukan good night.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

[Live as an exchange student of AFS] Part.4 -- Orientasi dan Keberangkatan


Sebelum berangkat ke USA, ada beberapa hal yang perlu disiapkan dan diperbekalkan. Karena itulah, diadakan adanya sutu orientasi yang tidak lain bertujuan untuk membekali saya dan teman-teman seperjuangan lain agar tetap dapat bertahan hidup di Amerika Serikat (ceillle bertahan hidup). Orientasi ini berlangsung selama 8 hari dengan 5 hari pembekalan dan 3 hari Language Orientation Camp. Dimana-mana di Indonesia, yang namanya orientasi pasti konotasinya agak miring. MOS, OSPEK dll adalah salah satu contoh orientasi. Mungkin "demikian" juga orientasi kami. Agak "sangar' kalo boleh dibilang haha. Selama 5 hari pembekalan kami tidur hanya 2 atau 3 jam. Itupun kami sudah sangat senang. Ada satu hari dimana kami hanya tidur 1 jam. Pembekalan mungkin hanya sampai jam 10 malam. Selanjutnya adalah latihan untuk talent show. Yaitu berupa pertunjukkan daerah dari seluruh indonesia untuk ditampilkan di Washington DC. Bisa dibayangkan betapa sulitnya menghimpun seluruh kesenian nusantara menjadi satu bentuk karya seni yang utuh. Itulah sebabnya kami mungkin hanya dapat tidur 2 atau 1 jam setiap malam selama 5 hari tersebut. Jam 6 selesai latihan, jam 7 pagi sudah mulai sesi. Tak pelak, banyyak "menimbulkan" korban orientasi ini (haha lebay) Beberapa diantara kami sakit-sakitan dan tidak fit (termasuk saya :p) Sakit saya yang paling komplikasi mungkin. Batuk, pilek, demam, radang tenggorokan, panas, diare, dan mimisan. Orientasi yang "mantap".

Kami berangkat dari Soekarno Hatta ke Kuala Lumpur. Kemudian melanjutkan perjalanan dari Kuala Lumpur menuju Frankfurt, Jerman. dari Jerman ke Washington DC. Yang menarik untuk diceritakan adalah diare saya. seperti yang saya bilang diatas, saya mengidap diare sejak orientasi. tau lah, seperti apa gejala diare. Sedikit-sedikit akan pergi ke toilet. Dan yang membuat menarik adalah bahwa semenjak dari Kuala Lumpur, sudah tidak ada lagi toilet air. Semuanya tissu. Padahal saya tidak pernah menggunakan toilet tissu. Di airport Jerman saja mungkin sudah 5 kali saya buang air besar. Di pesawat 4 kali. di Washington 2 kali. Ya ampun, penderitaan yang amat sangat bagi saya waktu itu. Tapi dibalik itu ternyata mengandung hikmah juga, saya lebih terbiasa dengan tipe toilet yang demikian dibandingkan teman-teman lain haha. Banyak dari teman saya yang "ngempet" buang air besar karena tidak mau toilet tissu. Karena saya diare ya mau bagaimana lagi :p Di Washington DC ketika teman saya diinterogasi petugas imigrasi amerika pun saya masih sempat ke toilet :p

Hari pertama di Washington DC, kami mengadakan kunjungan ke kedutaan Indonesia. Sesampainya disana, bukan mencari duta besar Indonesia untuk disalami tetapi saya lebih memilih mencari toilet untuk ditongkrongi haha. Saya pikir karena kedutaan Indonesia, toiletnya bakalan toilet air. Ternyata sama saja zzzzzzzz (malah jadi cerita toilet dan diare)
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

[Live as an exchange student] Part.3 -- Few Days Before Departure

Beberapa hari sebelum keberangkatan saya ke USA adalah hal yang paling membuat saya takut. 2 hari sebelum orientasi camp saya jatuh sakit parah. Demam tinggi hingga 39.5 C. dan flu disertai bersin-bersin. Saya khawatir akan terancam batal. Hingga tengah malam H-1 sakit itu belum juga sembuh. Akhirnya saya pun dibawa ke Unit Gawat darurat untuk diperiksa disana. Jam 2 malam pemeriksaan tersebut baru kelar. Dan dengan sangat tiba-tiba dokter menduga flu babi.
"Loh. Loh kok flu babi dok? Apa tidak hipotesa terlalu dini?"
Dokter : "Teman adik ada yang habis dari luar negeri ga?"
Saya : " Ada sih dok. tapi masa' ya flu babi dok?"
Batin saya : "mampuuuuuuuuuuuuuuuuuuuus. gagal amrik nih"
Kemudian saya pun bertanya : "kalau positiv flu babi bakal diisolasi brapa lama dok?"
Dokter : "2 mingguan lah"
Saya : "whaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaat? 2 hari lagi saya berangkat orientasi"
Dokter : "Tenang nak"

Sehari setelah itu dokter mengemukakan hipotesa barunya. Yaitu demam berdarah. kemudian tensi saya di cek. Dan hasilnya adalah 140 untuk usia 17 tahun. Mengejutkan juga. Saya masih juga ngoto minta di tensi ulang.
"Sus. Tolong tensi lagi dong. Rusak jangan-jangan alat tensinya"
Suster : " Tunggu hasil pemeriksaan pokoknya. No way!"
Saya; "zzzzzzzz apa-apaan"

dan saya bertanya : "Akan berapa lama saya dirawat jika positiv DB dok?"
Dokter : " satu minggu lah"
Saya : "whaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaat?"

Pulang ke rumah yang saya lakukan adalah segra minum 2 botol jus jambu biji. Wueeeks. Demi amrik. Tapi beberapa jam sebelum keberangkatan, dokter mengemukakan gagasannya lagi.
"oh ini cuma demam tinggi kok"
saya : "fiuuuuuh. untunglah. cuma demam kok sampai gonjang-ganjing flu babi."

Tapi yang terjadi selama orientasi di Jakarta, badan saya panas selalu dan mimisan setiap saat. Apalagi ketika orientasi saya harus tidur 2 jam sehari. Sampai dipesawat pun saya masih sakit-sakitan. Oh Tuhan, namanya cobaan ada-ada saja ternyata. memang tidak mudah untuk mencapai sebuah mimpi.
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Perenungan

Bahwa di segala penjuru negeri ini tengah di tempa krisis jatidiri dan kebudayaan. Persoalan klasik memang.
Namun tidak kunjung menemukan solusi yang tepat atas permasalahan yang kita hadapi.
Kemajuan komunikasi dan transportasi membuat suasana mengecilnya jarak bumi ini. Demikian pula kebudayaan-kebudayaannya yang masing-masing tumbuh dalam lingkungan sendiri dan bercampuraduk satu sama lain dan saling mempengaruhi.
Tampaknya khidupan kesenian adalah yang paling menjadi korban dari rasionalisme dan keinginan kekayaan kebudayaan modern.
Kita memaklumi bahwa zaman sekarang ini kekuasaan rasio dan efisiensi ekonomi telah melemahkan fantasi,perasaan dan intuisi.
Itulah yang menjadi perhatian kita sekarang. Bahwa seni wayang itu sendiri telah mengalami suatu crash dengan tuntutan modernisasi dan berkiblat justru pada degradasi mutu dan nilai estetis wayang itu sendiri sbagai sebuah kesenian.
Umar Kayam dalam pendapatnya meyakini bahwa pergeseran suatu masyarakat agraris-feodal menjadi masyarakat kota dikhawatirkan mulai mencairkan kemurnian seni tradisional menjadi sbuah kitsch.
Juga dengan pemikiran Alisyahbana tentang kebudayaan progresif yang berujung pada sekulerisasi atau penduniaan mengandung kecenderungan membuat manusia mendangkal materialistik malahan hedonistik.
Kaitannya adalah bahwa seni pewayangan dewasa ini telah terputus hubungannya dgn masalah kjiwaan yang lebih kepada suatu bentuk hedonistik pertunjukan. Mad
pun juga dengan kesenian tradisional lain secara umum yang telah bergeser dari nilai nilai yang semestinya.
dan permasalahannya dengan permintaan pasar, selera masyarakat dan lain sebagainya. Adakah zaman akan menggilasnya? Mungkin sudah saatnya bagi wayang untuk kembali ke persemaiannya yang agung jauh pada kesuciannya yang dulu. Atau kembali dalam sebuah bentuk transformasi lain yang entah nanti akan diistilahkan sebagai apa.
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

[Live as an exchange student of AFS] Part 2. Special Thanks Before the Departure

I personally want to say best thanks for everyone and crew that supposed for my program in joining AFS Youth Exchange an Study USA. I am nothing without you. For all experiences that I will never ever forget in entire of my live. For the trust that given for me to be the representative and ambassador of my nation. For all kind of supports that you have given. Tons of thanks I present to :

* Miss Kery Gooley as the President of AFS Intercultural Inc.

One White hall 2nd Floor New York, USA (The place that never be forgotten for us. From the place that everything were designed and planned )

*AFS USA

One White hall 2nd Floor New York, USA (The name that will be written in our mind for EVER)

*CIEE (Council on International Educational Exchange)

300 Fore Street Portland, Maine USA (Thanks for your trust and supports given, for your trust that will be held strongly by us)

*AFS Indonesia Inc with Bina Antar Budaya

(I will never reach this without you, thanks for the dedication. Thanks for the beliefs given to be a representative of Indonesia. Let us bring the flag to USA, then we will keep it high.)

*Chapter Semarang and its volunteers

(I will never begin the story If there aren’t you. You are the first who write this story in my destiny)

*My Host Family

Kent Armstrong

1014 Bettie Drive sterling, Colorado USA 80751

(Thanks for hosting)

* Sterling Senior High School, Colorado

407 West Broadway Sterling, CO 80751

ROCKIN’ you all guys :D

* Wilton – Lyndeboro Senior High, New Hampshire

(You are all awesoooooooooome dude! :D Thanks for inspiring me everytime)

* AFSers over the world

Ferhat Rodoplu : LETS GO FREAKIN CRAAAZY IN THE DC, duuuuddy lol.

Ayca Pinar Dogan : Let's do the plaaans, duude! haha.

Claire MacFarlane : Claire, so much thanks for telling me US.

Corey Drake : Hey bro, thank you for your so much help :)

Tizziana Durazzano : Hey Tizia, take care in Germany (I still forget to call you with only 1 "z" :p)

Johanna Schwerzler : You inspired me much

Damaris Blatt : Thank you for the sharing Damaris.

Margarita Nefyodova : You're such a great volunteer, meet you then in Russia :)

and all persons that can be mentioned one by one, you are all veeeery GREAT!

” We came as a stranger then we leave you as a friend :)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

[Live as an exchange student of AFS] Part.1 Westlife - Fool Again

Mungkin di tulisan sebelumnya, saya lupa memperkenalkan diri telebih dahulu (hehe). Nama saya Gineng Pratidina Permana Sakti. Nama yang cukup sulit untuk diingat bagi orang biasa. Dan biasanya orang-orang pun spontan bertanya, “Gineng? Artinya apa?” Dan saya pun hanya tertawa haha. Gineng sendiri tidak bermakna apa-apa, tapi Gineng Pratidina berarti sebuah kebenaran yang tidak akan pernah mati (enough nice, isn’t it? :p).

Saya sangat mencintai budaya tanah kelahiran saya, Jawa. Itu sebabnya beberapa tulisan saya terdahulu adalah berkenaan dengan aspek-aspek filosofis masyarakat Jawa. Disamping itu, ada sisi lain dari hidup saya yang teramat ingin saya bagi bersama teman-teman dan orang lain. Yaitu aspek kehidupan saya yang lain yang seratus persen berbeda dengan dunia filsafat dan filosofi. Bukan dengan apa-apa, namun saya berharap bisa menjadi pengetahuan dan pembelajaran. Saya sendiri menghayati kehidupan saya yang satu ini sebagai sebuah perjalanan batin dan pengalaman saya yang amat panjang.

I am an AFSer and I wicked proud of it“. Lalu, apa itu AFS? AFS adalah organisasi pertukaran pelajar terbesar di dunia yang setiap tahunnya mengelola siswa-siswanya untuk belajar dan tinggal di negeri lain. Dan kebetulan saya adalah salah satu dari siswa tersebut yang mendapat keberuntungan untuk mencicipi hidup di Amerika Serikat dan mengenyam High School disana. Tepatnya di Sterling, Colorado.

Saya masih ingat betul, bagaimana dulu ketika saya masih SMP selalu duduk termenung di depan Mushola ketika bel istirahat sambil menatap ke arah langit luas. Yang saya lakukan ketika itu adalah berpikir dengan kecupetan akal dan pengetahuannya , “seperti inikah pula langit di Amerika?”.

Kemudian hari-hari terhabiskan demikian monotonnya dengan berkhayal dan menyelami fantasi. Masih terngiang juga di benak saya ketika seorang teman dengan ketusnya mengatakan pada saya,

” Kamu itu mikir apa Gin? Amerika lagi? Muke lo jauh kali. hahaha”

Anyway okelah, terima kasih teman untuk kata-kata itu, karena justru dari situ saya tau, itu mimpi saya. Walaupun tidak sama sekali dimaksudkan untuk memberika kesadaran atau persepsi.

Itulah yang mengawali perjalanan saya sebagai seorang AFSer. Dimulai dari kebiasaan melihat langit sambil bergelut dan terhenyak dalam imajinasi tentang Amerika Serikat. Sampai di rumah pun, ketika senja menjelang, saya akan naik ke atap rumah sambil lagi-lagi menatap langit. Bermimpi tentang Amerika. Entah kenapa, hanya perasaan damai ketika mimpi itu terealisasikan dalam hasrat dan image tertentu. Kemudian dari sana saya tahu, bahwa yang membuat hidup ini berarti adalah karena kita memiliki mimpi dan ambisi.

Sampai pada suatu ketika, saya menemukan dalam komputer saya file tentang Westlife tidak tahu darimana. Bukan kebiasaan saya mendengarkan lagu-lagu Barat. Saya lebih suka duduk berjam-jam mendengarkan Gamelan atau Campursari. Dan entah kenapa, tiba-tiba saja ada suatu chemistry yang menarik saya untuk mendengarkannya. WESTLIFE – FOOL AGAIN. Itulah lagu Barat yang pertama kali saya dengarkan dalam hidup saya. Lagi-lagi saya teringat tentang Amerika. Walaupun sedikit pun tidak kaitan antara syair dalam lagu itu dengan Amerika. Namun nuansa yang saya rasakan adalah nuansa keamerikaan dalam lagu itu ( pandangan yang amat subjektif juga sebenarnya). Jadilah, hari-hari saya hanya dihabiskan untuk mendengarkannya. Entah berapa kali saya putar. Tetap saja tidak ada kebosanan sedikit pun. Yang paling saya suka kala itu ialah, bermain playstation dengan kaset Driver 3 (game mengendarai mobil di kota) yang memang bersetting d Chicago, Illlinois USA sambil mendengarkan Fool Again. Atau menggambar bendera Amerika pada aplikasi paint di komputer (ketika itu hanya itu yang saya bisa :p) dengan mendengarkan Fool Again. Sudah berapa bendera saya buat dan sampai sekarang, sudah berapa lambang saya kreasikan. Dan file itu pun masih dalam komputer saya haha.

Sampai pada akhirnya dari ribuan tahap seleksi saya dinyatakan terkualifikasi sebagai penerima beasiswa. Bukan hal yang mudah pula bagi saya bertarung dengan ambisi dan keadaan kala itu. Dengan hidup seorang diri sebagai anak kos, saya melamar mengambil formulir beasiswa. Dengan hanya berbekal ambisi dan fantasi. Tanpa tahu akan seperti apa nantinya saya realisasikan resiko itu. Tahap pertama seleksi saya dengan kenekatannya memutuskan tidur di terminal. Saya berangkat seorang diri dengan bus, kemudian berencana tidur di terminal sampai pagi benar menjelang. Karena pada hari seleksi itu, seleksi diadakan begitu pagi dan kota saya tergolong jauh dari kota seleksi. Saya di Solo sedangkan seleksi di Semarang.


Seleksi tahap berikutnya saya berangkat bersama teman saya dengan menumpang membonceng motornya. Kemudian kami menyewa hotel jelek ditengah sawah di Ungaran agar bisa mencapai Semarang pagi benar. Malamnya kami harus berjalan jauh dari tengah sawah itu untuk mencari makan. Kami dapatkan dipinggiran jalan, sego goreng semarang.

Seleksi tahap ketiga lagi-lagi saya menumpang diteman saya yang lain di boyolali. Menginap dirumahnya untuk bisa diantarkan. Saya hanya anak kos dengan uang pas-pasan. Anak kos dengan kesendiriannya merantau di Solo sehingga tumpang-menumpang adalah sesuatu hal yang wajar bagi saya.

Bukan hal yang mengherankan bagi saya untuk tidur diemperan dengan berbalut kedinginan. Atau berjalan kaki berkilo-kilo jauhnya karena orang tua saya tidak memberikan motor. Jadi dengan kondisi yang tidak tahu malu, saya bertahan. Biarlah tumpang menumpang asal tujuan saya terselaraskan.

Sampai beberapa seleksi berikutnya (total 7 tahap) saya mengalami hal serupa. Sampai pada puncaknya saya berangkat seleksi nasional dengan kenekatan. Seleksi nasional ada di Jakarta. Saya berangkat dengan mengantongi Rp 250.000,- Setelah sebelumnya saya meminta kiriman dana dari om saya Rp 150.000. Kebetulan hari tu adalah tanggal tua anak kos. Saya berangkat dengan segenap kenekatan. Sama seperti seleksi-seleksi sebelumnya. Ongkos PP Rp 220.000 dengan kereta bisnis Senja Utama. Sampai di Jakarta praktis saya hanya memiliki Rp 30.000. Rp 20.000 saya habiskan untuk makan sebelum berangkat dan di kereta. Saya pun sempat tertipu pedagang dikereta yang mengatakan nasi ayam Harga Rp 15.000, ternyata berisi nasi telur busuk. Jadilah berarti saya hanya makan sebelum berangkat, Rp 5000 sambel pecel Bu Lami dekat kos saya. Sampai di Jakarta uang hanya tinggal Rp 10.000. Perjalanan sekitar 12 jam. Saya baru sadar bahwa saya tidak membawa sikat, odol dan sabun. Dengan sangat terpaksa saya cairkan Rp 10.000 menjadi wujud barang-barang itu. Teman-teman saya mengajak saya sarapan.

"Gin, ayo sarapan. Cari di McDonald atau Dunkin"
Batin saya " Mbahmu kopyor. Duitku kari atusan le!"

Kemudian karena lama tidak menjawab teman saya langsung saja ngluyur ke Dunkin dan McDonald di stasiun.

Beberapa lama saya memandangnya. Dengan maksud ia semoga memperhatikan saya dengan kelaparannya. Tapi ternyata tidak. Burger dan french fries itu begitu saja masuk di mulutnya sedikit demi sedikit. Kemudian semuanya.

"Kamu ga makan gin?"
saya : "ga cukup uang"
"Oh"
saya : "nanti aja sampe hotel nunggu makan siang."
batin saya : "kopyor ora nawari gek tekok-tekok -,- "

Sesampainya di hotel saya hanya meneguk air putih sambil melihat gambar kopi di majalah yang ada di hotel. Agar terbayang minum kopi.

Yah~begitulah.

Berawal dari Fool Again, mimpi saya berubah menjadi ambisi. Sampai sekarang pun saya masih dibayang-bayangi paranoia itu. Saya tidak pernah menyesal telah bertindak demikian konyol, karena dari kekonyolan itu saya berpikir dan berusaha “menciptakannya”. Seperti yang Socrates bilang, bahwa “aku ada karena aku berpikir”. Kita adalah seperti apa yang kita pikirkan. Jangan pernah berhenti untuk bermimpi!

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS