[Live as an exchange student of AFS] Part.5 -- Amerika Selayang Pandang
Amerika tidaklah seburuk yang dibayangkan. Tapi juga tidak semegah yang dibayangkan. Kurang tepat jika orang timur menyebut orang barat tidak punya norma kesopanan. Pertama, karena budaya sifatnya relatif. Tidak ada benar atau salah dalam suatu budaya. Tergantung sejauh mana dan dimana budaya itu dipakai. Yang kedua karena dalam beberapa hal, harus saya akui orang amerika sangatlah sopan. Contohnya : Ketika ada murid baru di Indonesia mungkin akan ditanya,
"Lo asalnya darimana?"
"Dari Solo bang"
"Oh. punya saudara disini?"
Mungkin sebatas itu pada umumnya. Sedangkan orang amerika tidak segan-segan akan mengungkapkan kekagumannya atau rasa apresiasinya.
"Where are you from?"
"Indonesia"
"Wow. Cool. Nice to meet you. Welcome. Hope you''ll like our small town :) How's america as far going? Is it good?"
Bisa dirasakan bagaimana perbedaannya.
Dan yang saya suka adalah mereka selalu mengucapkan "thank you" dan "excuse me" atau "Im sorry". Gentlement untuk mengagumi sesuatu dan gentlement untuk mengakui kesalahan. Suatau hari saya pernah diminta untuk membersihkan debu dengan vakum cleaner. Padahal hanya sedikit sekali debu yang ada. Dan bukan pekerjaan yang amat sulit karena peralatannya praktis. Tapi masih mendapat : "Thanks so much for doing that" Sebuah kata-kata yang tidak pernah saya temukan dalam hidup saya di Indonesia selama 17 tahun ini untuk sebuah pekerjaan yang kecil. Bisa juga dicerminkan dengan kata-kata orang amerika : "Nice try, man!" Mereka menghargai sesuatu yang gagal sebagai usaha yang baik.
Lalu lintas di amerika sangat teratur. Namun jarang sekali ditemui lampu merah di sepanjang jalan. lampu merah hanya ada di jalan-jalan besar atau Main Street. Pengemudinya hanya saling memberikan jalan pada yang lain. Didasari rasa saling peduli lalu lintas dan toleransi. Saya juga kaget ternyata amerika justru jarang lampu merah (kecuali di New York city mungkin). Di dalam kehidupan berlalulintas orang amerika juga terdapat istilah "speed limit" dimana di setiap area tertentu ada batas kecepatan yang harys dipatuhi. Di Indonesia mungkin jika dijalan sepi, kita bisa saja memacu kendaraan kita sampai 120 km per jam. tapi di amerika walaupun jalanan sepi, masih terikat speed limit. Yang di setiap ruas jalannya terdapat radar sensorik yang dapat merekam kecepatan. Yang melebihi speed limit tentu akan ditilang haha.
Hampir saya tidak dapat menemukan orang miskin di amerika. Semua orang punya mobil paling tidak dua. Bahkan ada satu keluarga yang setiap anggota keluarganya memiliki mobil semua. Dan mobil-mobil tersebut bukan lah mobil yang murahan diliat dari merknya. dugaan saya, mungkin di daerah pedesaan seperti country-country bakal memiliki orang miskin. ternyata dugaan saya meleset jaaaaaaaaauhhhhhh. Karena mereka justru memiliki alat-alat berat yang jauh lebih mahal dari mobil. Traktor dan sebagainya semuanya serba otomatis. Saya iseng bertanya berapa harga satu ban besar traktor tersebut dan hasilnya adalah setengah harga sebuah mobil untuk satu ban nya.
Dan di amerika matahari baru terbenam jam 8 malam. Pertama kali saya datang saya heran, karena jam 7 malam masih saja seterang jam 4 sore di Indonesia. Mungkin itu sebabnya orang amerika mengatakan jam 8 masih good evening. Bukan good night.
"Lo asalnya darimana?"
"Dari Solo bang"
"Oh. punya saudara disini?"
Mungkin sebatas itu pada umumnya. Sedangkan orang amerika tidak segan-segan akan mengungkapkan kekagumannya atau rasa apresiasinya.
"Where are you from?"
"Indonesia"
"Wow. Cool. Nice to meet you. Welcome. Hope you''ll like our small town :) How's america as far going? Is it good?"
Bisa dirasakan bagaimana perbedaannya.
Dan yang saya suka adalah mereka selalu mengucapkan "thank you" dan "excuse me" atau "Im sorry". Gentlement untuk mengagumi sesuatu dan gentlement untuk mengakui kesalahan. Suatau hari saya pernah diminta untuk membersihkan debu dengan vakum cleaner. Padahal hanya sedikit sekali debu yang ada. Dan bukan pekerjaan yang amat sulit karena peralatannya praktis. Tapi masih mendapat : "Thanks so much for doing that" Sebuah kata-kata yang tidak pernah saya temukan dalam hidup saya di Indonesia selama 17 tahun ini untuk sebuah pekerjaan yang kecil. Bisa juga dicerminkan dengan kata-kata orang amerika : "Nice try, man!" Mereka menghargai sesuatu yang gagal sebagai usaha yang baik.
Lalu lintas di amerika sangat teratur. Namun jarang sekali ditemui lampu merah di sepanjang jalan. lampu merah hanya ada di jalan-jalan besar atau Main Street. Pengemudinya hanya saling memberikan jalan pada yang lain. Didasari rasa saling peduli lalu lintas dan toleransi. Saya juga kaget ternyata amerika justru jarang lampu merah (kecuali di New York city mungkin). Di dalam kehidupan berlalulintas orang amerika juga terdapat istilah "speed limit" dimana di setiap area tertentu ada batas kecepatan yang harys dipatuhi. Di Indonesia mungkin jika dijalan sepi, kita bisa saja memacu kendaraan kita sampai 120 km per jam. tapi di amerika walaupun jalanan sepi, masih terikat speed limit. Yang di setiap ruas jalannya terdapat radar sensorik yang dapat merekam kecepatan. Yang melebihi speed limit tentu akan ditilang haha.
Hampir saya tidak dapat menemukan orang miskin di amerika. Semua orang punya mobil paling tidak dua. Bahkan ada satu keluarga yang setiap anggota keluarganya memiliki mobil semua. Dan mobil-mobil tersebut bukan lah mobil yang murahan diliat dari merknya. dugaan saya, mungkin di daerah pedesaan seperti country-country bakal memiliki orang miskin. ternyata dugaan saya meleset jaaaaaaaaauhhhhhh. Karena mereka justru memiliki alat-alat berat yang jauh lebih mahal dari mobil. Traktor dan sebagainya semuanya serba otomatis. Saya iseng bertanya berapa harga satu ban besar traktor tersebut dan hasilnya adalah setengah harga sebuah mobil untuk satu ban nya.
Dan di amerika matahari baru terbenam jam 8 malam. Pertama kali saya datang saya heran, karena jam 7 malam masih saja seterang jam 4 sore di Indonesia. Mungkin itu sebabnya orang amerika mengatakan jam 8 masih good evening. Bukan good night.
0 Response to "[Live as an exchange student of AFS] Part.5 -- Amerika Selayang Pandang"