[Live as an exchange student] Part.9 -- Ramadhan di Amerika Serikat
Betapa bodohnya saya justru melupakan tulisan satu ini untuk saya tulis disini. Karena mungkin beberapa dari tulisan saya terdahulu ada yang saya sangkut pautkan dengan bulan puasa di Amerika Serikat. Nah, dengan entri ini saya buat satu uraian yang lebih mendalam tentang suka duka bulan puasa di Amerika.
Kebetulan ramadhan bertepatan dengan musim summer di Amerika Serikat. Yang berarti saya harus mengalami waktu puasa yang lebih panjang karena pada summer matahari bersinar lebih lama. Sekitar jam 8 malam mungkin baru terbenam. Jadi, jam 19.00 atau 19.30 itu masih terang benderang. Suat keadaan yang aneh bagi siapapun yang baru pertama kali mengalaminya. Hari terasa lebih berat dan kurang istirahat. Beruntunglah yang mendapat winter ketika ramadhan seperti di Inggris karena mereka hanya akan berpuasa 9-10 jam. Sebenarnya perlu diklarifikasi juga apa yang saya katakn beruntung tadi hehe. Bagi sebagian orang, dengan adanya puasa di musim summer seperti ini artinya ramadhan lebih panjang dan tentunya lebih banyak membawa berkah :)
Orang Amerika sangat menghargai ibadah kita yang satu ini. Mereka tidak akan makan di depan kita jika mengetahui kita berpuasa. Justru mereka terkagum-kagum dengan ketaatan orang muslim yang satu ini. Saya kira tadinya berpuasa di Amerika akan sangat sulit sekali. Tapi ternyata karena kerendahhatian mereka, saya bisa menikmati bulan puasa selancar di negeri sendiri *ga lancar-lancar banget sih*
Tapi memang tidak selamanya berpuasa disini lancar. Karena seringkali saya merindukan apa yang orang-orang bilang "buber" atau "buka bersama". Saya iri dengan teman-teman saya yang di Indonesia gembar-gembor buber sana buber sini melalui facebook. Saya juga merindukan ketika tiap kali saya sahur, akan ada acara komedi yang menemani sahur saya. Atau iklan di tivi-tivi yang menyatakan "Selamat Menunaikan Ibadah Puasa". Kerinduan saya beralasan karena mungkin saya hanya 0.01 % muslim di kota saya. Islamic center terdekat ada di Denver, capitol city yang berjarak kira-kira 3 jam perjalanan.
Saya harus buka dan sahur dengan hamburger atau junk food lainnya. Rasanya kurang sreg saja. Biasa makan burger sebagai snack. Sekarang malah cuma makan burger. Berasa belum makan saja. Sahur bangun sendiri. Kelontengan sendiri. Makan sendiri. Tidak ada bunyi anak-anak bermain tomrengan sambil berteriak "sahuuuuuuuuuur sahurrrr" lagi. Tidak ada suara masjid mendengungkan ayat suci. Benar-benar hening.
Yang membuat saya lebih nratap lagi adalah lebaran. Karena bisa pulang pun tidak. Padahal teman-teman gembar-gembor di facebook akan pergi ke inilah itulah. Mimpi saya, saya hanya ingin pergi ke Denver lebaran nanti. Bagaimanapun caranya. Saya ingin bertemu saudara-saudara muslim disana. Denver. Denver. Denver.
Kebetulan ramadhan bertepatan dengan musim summer di Amerika Serikat. Yang berarti saya harus mengalami waktu puasa yang lebih panjang karena pada summer matahari bersinar lebih lama. Sekitar jam 8 malam mungkin baru terbenam. Jadi, jam 19.00 atau 19.30 itu masih terang benderang. Suat keadaan yang aneh bagi siapapun yang baru pertama kali mengalaminya. Hari terasa lebih berat dan kurang istirahat. Beruntunglah yang mendapat winter ketika ramadhan seperti di Inggris karena mereka hanya akan berpuasa 9-10 jam. Sebenarnya perlu diklarifikasi juga apa yang saya katakn beruntung tadi hehe. Bagi sebagian orang, dengan adanya puasa di musim summer seperti ini artinya ramadhan lebih panjang dan tentunya lebih banyak membawa berkah :)
Orang Amerika sangat menghargai ibadah kita yang satu ini. Mereka tidak akan makan di depan kita jika mengetahui kita berpuasa. Justru mereka terkagum-kagum dengan ketaatan orang muslim yang satu ini. Saya kira tadinya berpuasa di Amerika akan sangat sulit sekali. Tapi ternyata karena kerendahhatian mereka, saya bisa menikmati bulan puasa selancar di negeri sendiri *ga lancar-lancar banget sih*
Tapi memang tidak selamanya berpuasa disini lancar. Karena seringkali saya merindukan apa yang orang-orang bilang "buber" atau "buka bersama". Saya iri dengan teman-teman saya yang di Indonesia gembar-gembor buber sana buber sini melalui facebook. Saya juga merindukan ketika tiap kali saya sahur, akan ada acara komedi yang menemani sahur saya. Atau iklan di tivi-tivi yang menyatakan "Selamat Menunaikan Ibadah Puasa". Kerinduan saya beralasan karena mungkin saya hanya 0.01 % muslim di kota saya. Islamic center terdekat ada di Denver, capitol city yang berjarak kira-kira 3 jam perjalanan.
Saya harus buka dan sahur dengan hamburger atau junk food lainnya. Rasanya kurang sreg saja. Biasa makan burger sebagai snack. Sekarang malah cuma makan burger. Berasa belum makan saja. Sahur bangun sendiri. Kelontengan sendiri. Makan sendiri. Tidak ada bunyi anak-anak bermain tomrengan sambil berteriak "sahuuuuuuuuuur sahurrrr" lagi. Tidak ada suara masjid mendengungkan ayat suci. Benar-benar hening.
Yang membuat saya lebih nratap lagi adalah lebaran. Karena bisa pulang pun tidak. Padahal teman-teman gembar-gembor di facebook akan pergi ke inilah itulah. Mimpi saya, saya hanya ingin pergi ke Denver lebaran nanti. Bagaimanapun caranya. Saya ingin bertemu saudara-saudara muslim disana. Denver. Denver. Denver.
0 Response to "[Live as an exchange student] Part.9 -- Ramadhan di Amerika Serikat"