Berbicara mengenai Jati Diri dan Identitas Bangsa
Suatu hari saya mendengar alunan lagu Indonesia Raya terngiang di kepala saya. Kemudian sejenak saya berpikir tentang bangsa ini. Betapa mirisnya keadaan sekarang ini. Dibawah tikaman tragedi, ironisme dan stereotip. Bencana yang tidak kunjung berhenti. Huru-hara yang selalu bergejolak fluktuatif. Protes massa dan demonstrasi yang sudah jauh diartikan sebagai anarkisme. Keadaan ekonomi yang masih saja stagnan seolah merasa nyaman dengan posisinya dan enggan berhentak maju.
Sudah kah kita mendefinisikan negara kita? Sudah kah kita bercita-cita dan berideologi? Sebagai bangsa Indonesia. Secara formalitas mungkin kita berasumsi sudah. Yaitu tertuang dalam UUD 1945 dan Pancasila.
Namun sudah kah kita mengahayati filsafat dan pemikiran filosofis didalamnya? Sekali lagi, sudahkah?Apa ideologi kita? Pancasila? Pancasila yang seperti apa?
Sudahkah masing-masing individu menghayati kalimat "Ketuhanan Yang Maha Esa?" Jika masih ada pembunuhan dan intrik-intriknya. Sudahkah setiap individu menghayati arti "Kemanusiaan yang beradab?" Jika masih banyak yang biadab. Pada dirinya sendiri, pada orang lain atau bahkan pada bangsa ini. Biadab dengan membiarkan diri terjerumus dalam tindak inkonstitusional. Biadab dengan merusak hak-hak dan legalitas orang lain. Atau biadab dengan ketidakpedulian terhadap masa depan haluan bangsa ini sebagai masyarakat yang apatis.
Mari sejenak kita merenung. Apa yang bisa kita perbuat untuk bangsa ini. Demi pengahayatan terhadap "Persatuan Indonesia", demi keselarasan "Musyawarah Mufakat" yang bermuara pada "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia"
Kita tidak perlu ribut berbicara soal ekonomi global 2020 atau visi Indonesia masa depan jika kita masih belum bisa menemukan jati diri bangsa ini. Disadari atau tidak bangsa ini telah menjadi bangsa yang kehilangan Jatidirinya. Bangsa yang tidak tahu mengetahui rupa dan karakter mereka sendiri. Bangsa yang belum bisa mendefinisikan kemauan dan ideologi mereka. Bangsa yang masih belum menerima pluralisme dan harmoni sosial. Kita sudah terlalu banyak menerima teori, tentang masyarakat madani, tentang good governance, tentang pembangunan masyarakat thayyibah. Namun sekali lagi, kita masih pada tataran syariah untuk memahami filosofi dan aplikasinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Saya sepenuhnya paham bahwa tidak ada bangsa yang sempurna. Karena suatu bangsa adalah himpunan manusia yang hidup bersama. Dalam naungan geopolitik, latar belakang kultural dan historis yang serupa atau identik (Otto Bauer, Ernest Rinan dan Gibernau dalam pandangannya mengenai bangsa) . Sekali lagi, mereka adalah himpunan manusia, yang dalam kenyataan dan takdirnya manusia tidak pernah luput dari kompleksitas dan kesalahan. Namun, ada nilai-nilai yang menjadi tujuan komoditi dan prioritas yang seharusnya diselenggarakan paling tidak. Yang mana nilai-nilai itu sendiri tidak lain merupakan referendum dan keinginan bersama masyrakat tersebut. Sebagai hak dasar manusia, hak dasar hidup bermasyarakat dan membangun kedaulatan yang disebut Negara (Friedrich Hegel dan Roger H Soltau dalam pandangannya terhadap universalisme kedaulatan) Pertanyaannya adalah sudahkah Indonesia memenuhi keinginan dan referendum rakyatnya?
Jauh dari balik tirai ironisme itu, kita bahkan belum mampu menghadirkan legalitas dan jati diri bangsa ini untuk dikenali bangsa lain. Tidak seperti Jepang dengan tradisionalisme dan modernisme mereka yang berjalan bersamaan, Amerika dengan kapitalisme dan liberalisme mereka, Inggris dengan norma dan kebijakan politik diplomatis mereka. China, Kuba dan Soviet dengan sosialisme mereka. Lalu apakah kita ini? Pancasila seharusnya. Namun ia masih tertidur dipersemaiannya yang agung. Seperti Kumbakarna yang tertidur untuk Alengka. Kumbakarna yang agung yang terlupakan.
Mari kita benahi bangsa ini. Kita definisikan Pancasila. Kita hayati lebih dari sekedar mengahafalkan sila kesatu sampai kelima. Kita resapi kaidah filosofisnya. Dan kita tuturkan anak cucu kita, bahwa Indonesia adalah bangsa yang agung. Sejajar dengan bangsa-bangsa besar lain didunia. Dengan pemahaman mereka, dengan penghayatan mereka terhadap jati diri dan ideologinya. Saya percaya pada segenap rakyat Indonesia dengan sikap welas asih yang masih tersimpan kuat dalam sanubari mereka sebagai bangsa yang luhur dan berbudi :)
" Muga sing Indonesia isih kelingan Indonesiane, sing Jawa kelingan Jawane :) "
Sudah kah kita mendefinisikan negara kita? Sudah kah kita bercita-cita dan berideologi? Sebagai bangsa Indonesia. Secara formalitas mungkin kita berasumsi sudah. Yaitu tertuang dalam UUD 1945 dan Pancasila.
Namun sudah kah kita mengahayati filsafat dan pemikiran filosofis didalamnya? Sekali lagi, sudahkah?Apa ideologi kita? Pancasila? Pancasila yang seperti apa?
Sudahkah masing-masing individu menghayati kalimat "Ketuhanan Yang Maha Esa?" Jika masih ada pembunuhan dan intrik-intriknya. Sudahkah setiap individu menghayati arti "Kemanusiaan yang beradab?" Jika masih banyak yang biadab. Pada dirinya sendiri, pada orang lain atau bahkan pada bangsa ini. Biadab dengan membiarkan diri terjerumus dalam tindak inkonstitusional. Biadab dengan merusak hak-hak dan legalitas orang lain. Atau biadab dengan ketidakpedulian terhadap masa depan haluan bangsa ini sebagai masyarakat yang apatis.
Mari sejenak kita merenung. Apa yang bisa kita perbuat untuk bangsa ini. Demi pengahayatan terhadap "Persatuan Indonesia", demi keselarasan "Musyawarah Mufakat" yang bermuara pada "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia"
Kita tidak perlu ribut berbicara soal ekonomi global 2020 atau visi Indonesia masa depan jika kita masih belum bisa menemukan jati diri bangsa ini. Disadari atau tidak bangsa ini telah menjadi bangsa yang kehilangan Jatidirinya. Bangsa yang tidak tahu mengetahui rupa dan karakter mereka sendiri. Bangsa yang belum bisa mendefinisikan kemauan dan ideologi mereka. Bangsa yang masih belum menerima pluralisme dan harmoni sosial. Kita sudah terlalu banyak menerima teori, tentang masyarakat madani, tentang good governance, tentang pembangunan masyarakat thayyibah. Namun sekali lagi, kita masih pada tataran syariah untuk memahami filosofi dan aplikasinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Saya sepenuhnya paham bahwa tidak ada bangsa yang sempurna. Karena suatu bangsa adalah himpunan manusia yang hidup bersama. Dalam naungan geopolitik, latar belakang kultural dan historis yang serupa atau identik (Otto Bauer, Ernest Rinan dan Gibernau dalam pandangannya mengenai bangsa) . Sekali lagi, mereka adalah himpunan manusia, yang dalam kenyataan dan takdirnya manusia tidak pernah luput dari kompleksitas dan kesalahan. Namun, ada nilai-nilai yang menjadi tujuan komoditi dan prioritas yang seharusnya diselenggarakan paling tidak. Yang mana nilai-nilai itu sendiri tidak lain merupakan referendum dan keinginan bersama masyrakat tersebut. Sebagai hak dasar manusia, hak dasar hidup bermasyarakat dan membangun kedaulatan yang disebut Negara (Friedrich Hegel dan Roger H Soltau dalam pandangannya terhadap universalisme kedaulatan) Pertanyaannya adalah sudahkah Indonesia memenuhi keinginan dan referendum rakyatnya?
Jauh dari balik tirai ironisme itu, kita bahkan belum mampu menghadirkan legalitas dan jati diri bangsa ini untuk dikenali bangsa lain. Tidak seperti Jepang dengan tradisionalisme dan modernisme mereka yang berjalan bersamaan, Amerika dengan kapitalisme dan liberalisme mereka, Inggris dengan norma dan kebijakan politik diplomatis mereka. China, Kuba dan Soviet dengan sosialisme mereka. Lalu apakah kita ini? Pancasila seharusnya. Namun ia masih tertidur dipersemaiannya yang agung. Seperti Kumbakarna yang tertidur untuk Alengka. Kumbakarna yang agung yang terlupakan.
Mari kita benahi bangsa ini. Kita definisikan Pancasila. Kita hayati lebih dari sekedar mengahafalkan sila kesatu sampai kelima. Kita resapi kaidah filosofisnya. Dan kita tuturkan anak cucu kita, bahwa Indonesia adalah bangsa yang agung. Sejajar dengan bangsa-bangsa besar lain didunia. Dengan pemahaman mereka, dengan penghayatan mereka terhadap jati diri dan ideologinya. Saya percaya pada segenap rakyat Indonesia dengan sikap welas asih yang masih tersimpan kuat dalam sanubari mereka sebagai bangsa yang luhur dan berbudi :)
" Muga sing Indonesia isih kelingan Indonesiane, sing Jawa kelingan Jawane :) "
0 Response to "Berbicara mengenai Jati Diri dan Identitas Bangsa"