Perenungan

Bahwa di segala penjuru negeri ini tengah di tempa krisis jatidiri dan kebudayaan. Persoalan klasik memang.
Namun tidak kunjung menemukan solusi yang tepat atas permasalahan yang kita hadapi.
Kemajuan komunikasi dan transportasi membuat suasana mengecilnya jarak bumi ini. Demikian pula kebudayaan-kebudayaannya yang masing-masing tumbuh dalam lingkungan sendiri dan bercampuraduk satu sama lain dan saling mempengaruhi.
Tampaknya khidupan kesenian adalah yang paling menjadi korban dari rasionalisme dan keinginan kekayaan kebudayaan modern.
Kita memaklumi bahwa zaman sekarang ini kekuasaan rasio dan efisiensi ekonomi telah melemahkan fantasi,perasaan dan intuisi.
Itulah yang menjadi perhatian kita sekarang. Bahwa seni wayang itu sendiri telah mengalami suatu crash dengan tuntutan modernisasi dan berkiblat justru pada degradasi mutu dan nilai estetis wayang itu sendiri sbagai sebuah kesenian.
Umar Kayam dalam pendapatnya meyakini bahwa pergeseran suatu masyarakat agraris-feodal menjadi masyarakat kota dikhawatirkan mulai mencairkan kemurnian seni tradisional menjadi sbuah kitsch.
Juga dengan pemikiran Alisyahbana tentang kebudayaan progresif yang berujung pada sekulerisasi atau penduniaan mengandung kecenderungan membuat manusia mendangkal materialistik malahan hedonistik.
Kaitannya adalah bahwa seni pewayangan dewasa ini telah terputus hubungannya dgn masalah kjiwaan yang lebih kepada suatu bentuk hedonistik pertunjukan. Mad
pun juga dengan kesenian tradisional lain secara umum yang telah bergeser dari nilai nilai yang semestinya.
dan permasalahannya dengan permintaan pasar, selera masyarakat dan lain sebagainya. Adakah zaman akan menggilasnya? Mungkin sudah saatnya bagi wayang untuk kembali ke persemaiannya yang agung jauh pada kesuciannya yang dulu. Atau kembali dalam sebuah bentuk transformasi lain yang entah nanti akan diistilahkan sebagai apa.
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

[Live as an exchange student of AFS] Part 2. Special Thanks Before the Departure

I personally want to say best thanks for everyone and crew that supposed for my program in joining AFS Youth Exchange an Study USA. I am nothing without you. For all experiences that I will never ever forget in entire of my live. For the trust that given for me to be the representative and ambassador of my nation. For all kind of supports that you have given. Tons of thanks I present to :

* Miss Kery Gooley as the President of AFS Intercultural Inc.

One White hall 2nd Floor New York, USA (The place that never be forgotten for us. From the place that everything were designed and planned )

*AFS USA

One White hall 2nd Floor New York, USA (The name that will be written in our mind for EVER)

*CIEE (Council on International Educational Exchange)

300 Fore Street Portland, Maine USA (Thanks for your trust and supports given, for your trust that will be held strongly by us)

*AFS Indonesia Inc with Bina Antar Budaya

(I will never reach this without you, thanks for the dedication. Thanks for the beliefs given to be a representative of Indonesia. Let us bring the flag to USA, then we will keep it high.)

*Chapter Semarang and its volunteers

(I will never begin the story If there aren’t you. You are the first who write this story in my destiny)

*My Host Family

Kent Armstrong

1014 Bettie Drive sterling, Colorado USA 80751

(Thanks for hosting)

* Sterling Senior High School, Colorado

407 West Broadway Sterling, CO 80751

ROCKIN’ you all guys :D

* Wilton – Lyndeboro Senior High, New Hampshire

(You are all awesoooooooooome dude! :D Thanks for inspiring me everytime)

* AFSers over the world

Ferhat Rodoplu : LETS GO FREAKIN CRAAAZY IN THE DC, duuuuddy lol.

Ayca Pinar Dogan : Let's do the plaaans, duude! haha.

Claire MacFarlane : Claire, so much thanks for telling me US.

Corey Drake : Hey bro, thank you for your so much help :)

Tizziana Durazzano : Hey Tizia, take care in Germany (I still forget to call you with only 1 "z" :p)

Johanna Schwerzler : You inspired me much

Damaris Blatt : Thank you for the sharing Damaris.

Margarita Nefyodova : You're such a great volunteer, meet you then in Russia :)

and all persons that can be mentioned one by one, you are all veeeery GREAT!

” We came as a stranger then we leave you as a friend :)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

[Live as an exchange student of AFS] Part.1 Westlife - Fool Again

Mungkin di tulisan sebelumnya, saya lupa memperkenalkan diri telebih dahulu (hehe). Nama saya Gineng Pratidina Permana Sakti. Nama yang cukup sulit untuk diingat bagi orang biasa. Dan biasanya orang-orang pun spontan bertanya, “Gineng? Artinya apa?” Dan saya pun hanya tertawa haha. Gineng sendiri tidak bermakna apa-apa, tapi Gineng Pratidina berarti sebuah kebenaran yang tidak akan pernah mati (enough nice, isn’t it? :p).

Saya sangat mencintai budaya tanah kelahiran saya, Jawa. Itu sebabnya beberapa tulisan saya terdahulu adalah berkenaan dengan aspek-aspek filosofis masyarakat Jawa. Disamping itu, ada sisi lain dari hidup saya yang teramat ingin saya bagi bersama teman-teman dan orang lain. Yaitu aspek kehidupan saya yang lain yang seratus persen berbeda dengan dunia filsafat dan filosofi. Bukan dengan apa-apa, namun saya berharap bisa menjadi pengetahuan dan pembelajaran. Saya sendiri menghayati kehidupan saya yang satu ini sebagai sebuah perjalanan batin dan pengalaman saya yang amat panjang.

I am an AFSer and I wicked proud of it“. Lalu, apa itu AFS? AFS adalah organisasi pertukaran pelajar terbesar di dunia yang setiap tahunnya mengelola siswa-siswanya untuk belajar dan tinggal di negeri lain. Dan kebetulan saya adalah salah satu dari siswa tersebut yang mendapat keberuntungan untuk mencicipi hidup di Amerika Serikat dan mengenyam High School disana. Tepatnya di Sterling, Colorado.

Saya masih ingat betul, bagaimana dulu ketika saya masih SMP selalu duduk termenung di depan Mushola ketika bel istirahat sambil menatap ke arah langit luas. Yang saya lakukan ketika itu adalah berpikir dengan kecupetan akal dan pengetahuannya , “seperti inikah pula langit di Amerika?”.

Kemudian hari-hari terhabiskan demikian monotonnya dengan berkhayal dan menyelami fantasi. Masih terngiang juga di benak saya ketika seorang teman dengan ketusnya mengatakan pada saya,

” Kamu itu mikir apa Gin? Amerika lagi? Muke lo jauh kali. hahaha”

Anyway okelah, terima kasih teman untuk kata-kata itu, karena justru dari situ saya tau, itu mimpi saya. Walaupun tidak sama sekali dimaksudkan untuk memberika kesadaran atau persepsi.

Itulah yang mengawali perjalanan saya sebagai seorang AFSer. Dimulai dari kebiasaan melihat langit sambil bergelut dan terhenyak dalam imajinasi tentang Amerika Serikat. Sampai di rumah pun, ketika senja menjelang, saya akan naik ke atap rumah sambil lagi-lagi menatap langit. Bermimpi tentang Amerika. Entah kenapa, hanya perasaan damai ketika mimpi itu terealisasikan dalam hasrat dan image tertentu. Kemudian dari sana saya tahu, bahwa yang membuat hidup ini berarti adalah karena kita memiliki mimpi dan ambisi.

Sampai pada suatu ketika, saya menemukan dalam komputer saya file tentang Westlife tidak tahu darimana. Bukan kebiasaan saya mendengarkan lagu-lagu Barat. Saya lebih suka duduk berjam-jam mendengarkan Gamelan atau Campursari. Dan entah kenapa, tiba-tiba saja ada suatu chemistry yang menarik saya untuk mendengarkannya. WESTLIFE – FOOL AGAIN. Itulah lagu Barat yang pertama kali saya dengarkan dalam hidup saya. Lagi-lagi saya teringat tentang Amerika. Walaupun sedikit pun tidak kaitan antara syair dalam lagu itu dengan Amerika. Namun nuansa yang saya rasakan adalah nuansa keamerikaan dalam lagu itu ( pandangan yang amat subjektif juga sebenarnya). Jadilah, hari-hari saya hanya dihabiskan untuk mendengarkannya. Entah berapa kali saya putar. Tetap saja tidak ada kebosanan sedikit pun. Yang paling saya suka kala itu ialah, bermain playstation dengan kaset Driver 3 (game mengendarai mobil di kota) yang memang bersetting d Chicago, Illlinois USA sambil mendengarkan Fool Again. Atau menggambar bendera Amerika pada aplikasi paint di komputer (ketika itu hanya itu yang saya bisa :p) dengan mendengarkan Fool Again. Sudah berapa bendera saya buat dan sampai sekarang, sudah berapa lambang saya kreasikan. Dan file itu pun masih dalam komputer saya haha.

Sampai pada akhirnya dari ribuan tahap seleksi saya dinyatakan terkualifikasi sebagai penerima beasiswa. Bukan hal yang mudah pula bagi saya bertarung dengan ambisi dan keadaan kala itu. Dengan hidup seorang diri sebagai anak kos, saya melamar mengambil formulir beasiswa. Dengan hanya berbekal ambisi dan fantasi. Tanpa tahu akan seperti apa nantinya saya realisasikan resiko itu. Tahap pertama seleksi saya dengan kenekatannya memutuskan tidur di terminal. Saya berangkat seorang diri dengan bus, kemudian berencana tidur di terminal sampai pagi benar menjelang. Karena pada hari seleksi itu, seleksi diadakan begitu pagi dan kota saya tergolong jauh dari kota seleksi. Saya di Solo sedangkan seleksi di Semarang.


Seleksi tahap berikutnya saya berangkat bersama teman saya dengan menumpang membonceng motornya. Kemudian kami menyewa hotel jelek ditengah sawah di Ungaran agar bisa mencapai Semarang pagi benar. Malamnya kami harus berjalan jauh dari tengah sawah itu untuk mencari makan. Kami dapatkan dipinggiran jalan, sego goreng semarang.

Seleksi tahap ketiga lagi-lagi saya menumpang diteman saya yang lain di boyolali. Menginap dirumahnya untuk bisa diantarkan. Saya hanya anak kos dengan uang pas-pasan. Anak kos dengan kesendiriannya merantau di Solo sehingga tumpang-menumpang adalah sesuatu hal yang wajar bagi saya.

Bukan hal yang mengherankan bagi saya untuk tidur diemperan dengan berbalut kedinginan. Atau berjalan kaki berkilo-kilo jauhnya karena orang tua saya tidak memberikan motor. Jadi dengan kondisi yang tidak tahu malu, saya bertahan. Biarlah tumpang menumpang asal tujuan saya terselaraskan.

Sampai beberapa seleksi berikutnya (total 7 tahap) saya mengalami hal serupa. Sampai pada puncaknya saya berangkat seleksi nasional dengan kenekatan. Seleksi nasional ada di Jakarta. Saya berangkat dengan mengantongi Rp 250.000,- Setelah sebelumnya saya meminta kiriman dana dari om saya Rp 150.000. Kebetulan hari tu adalah tanggal tua anak kos. Saya berangkat dengan segenap kenekatan. Sama seperti seleksi-seleksi sebelumnya. Ongkos PP Rp 220.000 dengan kereta bisnis Senja Utama. Sampai di Jakarta praktis saya hanya memiliki Rp 30.000. Rp 20.000 saya habiskan untuk makan sebelum berangkat dan di kereta. Saya pun sempat tertipu pedagang dikereta yang mengatakan nasi ayam Harga Rp 15.000, ternyata berisi nasi telur busuk. Jadilah berarti saya hanya makan sebelum berangkat, Rp 5000 sambel pecel Bu Lami dekat kos saya. Sampai di Jakarta uang hanya tinggal Rp 10.000. Perjalanan sekitar 12 jam. Saya baru sadar bahwa saya tidak membawa sikat, odol dan sabun. Dengan sangat terpaksa saya cairkan Rp 10.000 menjadi wujud barang-barang itu. Teman-teman saya mengajak saya sarapan.

"Gin, ayo sarapan. Cari di McDonald atau Dunkin"
Batin saya " Mbahmu kopyor. Duitku kari atusan le!"

Kemudian karena lama tidak menjawab teman saya langsung saja ngluyur ke Dunkin dan McDonald di stasiun.

Beberapa lama saya memandangnya. Dengan maksud ia semoga memperhatikan saya dengan kelaparannya. Tapi ternyata tidak. Burger dan french fries itu begitu saja masuk di mulutnya sedikit demi sedikit. Kemudian semuanya.

"Kamu ga makan gin?"
saya : "ga cukup uang"
"Oh"
saya : "nanti aja sampe hotel nunggu makan siang."
batin saya : "kopyor ora nawari gek tekok-tekok -,- "

Sesampainya di hotel saya hanya meneguk air putih sambil melihat gambar kopi di majalah yang ada di hotel. Agar terbayang minum kopi.

Yah~begitulah.

Berawal dari Fool Again, mimpi saya berubah menjadi ambisi. Sampai sekarang pun saya masih dibayang-bayangi paranoia itu. Saya tidak pernah menyesal telah bertindak demikian konyol, karena dari kekonyolan itu saya berpikir dan berusaha “menciptakannya”. Seperti yang Socrates bilang, bahwa “aku ada karena aku berpikir”. Kita adalah seperti apa yang kita pikirkan. Jangan pernah berhenti untuk bermimpi!

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Sebuah Filosofi Cinta

Terlalu banyak madyaloka menyimpan misterinya. Terlalu semu misteri-misteri itu untuk diberikan suatu batasan. Bukannya tak berbatas, namun batas itu yang menjadikan dirinya sendiri menjadi maya. Dalam ketakterbatasan itulah tersimpan keterbatasan yang harus diterjemahkan sesuai hakikatnya masing-masing.
Hakikatnya, cinta itu tak berhakikat. Karena hakikat itu terwujud dalam suatu manifestadi interpretasinya terhadap kondisinya masing-masing.

Arjuna menerjemahkan cintanya sendiri. Duryudana memiliki interpretasi dan penghayatannya sendiri. Rahwana terjebak dalam romantismenya sendiri. Dan Lesmana widagda melilih menginterpretasikannya sebagai suatu hal yang tak terdefinisi.

Bagi Ajuna, cinta adalah kepuasan tidak terbatas yang justru ia sendiri tidak mendapatkan apa itu cinta.

Bagi Duryudana, cintanya adalah mencintai satu arah. Dan terbuai dalam cintanya yang tak berbatas namun salah dan tak tertuju. Sehingga lagi-lagi ia tidak mendapatkan apa-apa dari cinta.

Bagi Rahwana, cinta adalah pengorbanan terhadap romantisme. Sehingga ia terjebak dalam suatu romantisme traumatik yg statis. Dan lagi-lagi, tiada mendapatkan apapun ia dari interpretasi cintanya.

Bagi Lesmana, cinta adalah kekosongan sehingga ia memilih untuk tidak menginterpretasikannya dgn menjadi seorang Brahmacarya.

Demikianlah ketika cinta dalam interpretasi yg tidak pada hakikatnya.
Lain halnya dengan Salya dgn filosofinya. Lain dengan Yudistira dengan kesederhanaan dan kesetiaannya.
Mereka yg mendefinisikan cintanya ke dalam suatu filosofi, berhasil menempatkan suatu hakikat pada hakikatnya.
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Wayang Dalam Dimensi Rasionalitas

Disadari atau tidak,wayang sebagai bentuk kebudayaan secara khas yang merupakan buah dari cipta,rasa dan karsa adalah suatu bentuk struktural kompleks sebuah pemikiran manusia yang agung,estetis dan RASIONAL.
Bukan hanya sekadar nilai tontonan dan tuntunan saja yang bisa kita petik dari segi budaya yang satu ini.
Bukan hanya itu.
Kajian wayang adalah kajian multi dimensional yang saling berabstraksi satu sama lain membentuk sebuah kesatuan cerita yang sarat kebajikan dan membangun pola pemikiran secara LOGIS.

Mungkin sampai saat anda membaca kalimat di atas,anda terus bertanya dimankah letak pemikiran yang logis dan rasional itu?

Mari kami tunjukkan pada anda beberapa Teori ilmiah yg terkandung dalam cerita wayang.

Jauh sebelum GREGOR MENDEL, Bapak Genetika dunia mencetuskan teori genetikanya tentang Genotip dan Fenotip, dalam cerita pewayangan sudah terlebih dahulu menunjukan Teori tersebut dengan bahasa yang amat halus dan contoh yang konkrit serta penjelasannya secara sistematis.

Apa buktinya?

mari kita tilik dalam cerita Ramayanana bahwa dewi Sukesi dan begawan Wisrawa melahirkan 3 putra RAKSASA dan 1 putra berwujud MANUSIA.
Putra raksasa adalah akibat gen dominan dari dewi Sukesi yang memang keturunan raksasa dan putra manusia adalah akibat gen resesif begawan Wisrawa yang memang berwujud manusia.

begitu pun yang terjadi pada Mahabarata
yaitu pada Prabu Salya yang berputrakan 1 RAKSASA dan 3 MANUSIA

dan masih banyak contoh ilmiah yang lain.

jika anda memiliki fakta lain tinggal tulis saja disini dan biarkan dunia tahu bahwa wayang dalah juga merupakan buah pemikiran RASIONAL — LOGIS.
bukan hanya sekadar cerita yang tanpa sarat

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Philosophy of Java - Jawadwipa an introduction

Kata Jawadwipa secara terminologis mengacu pada Pulau Jawa (Dwipa : Pulau). Bukan dengan tulisan ini saya bermaksud menjadi sosok yg bersifat primordialistis, namun dengan tulisan ini saya mengharapkan adanya pemahaman yang baik terhadap Pulau Jawa dan segala sesuatu yang hidup dan eksis dalam kajian Jawa. Jawa, seperti suatu tempat manapun di dunia, memiliki filsafat, tata cara (customs) dan interpretasi material terhadap segala sesuatu disekitarnya. Filsafat, customs, interpretasi tersebut adalah tidak lain sebagai bentuk pemahaman masyarakat Jawa atas lingkungannya. Filsafat Jawa contohnya, memiliki karakteristik sebagaimana filsafat-filsafat lain. Yaitu suatu bentuk pemahaman masyarakatnya dalam memandang hidup dan kehidupan secara manifestatik dan menjunjung kebersamaan. Disebut manifestatik, karena masyarakat Jawa selalu menerjemahkan segala sesutau berdasarkan sebab akibat (karma) yang merupakan manifestasi perilaku. “Sopo sing nandur bakal ngundhuh” (Yang menanam, yang akan menuai) atau “Kabecikan kuwi bali marang kabecikan, ala bali marang ala” (Kebenaran itu akan kembali pada kebenaran dan segala sesuatu yang baik dan keburukan akan kembali pada keburukan). Hal ini tidak lain karena masyarakat Jawa memandang dunia sebagai bentuk keseimbangan sempurna. yaitu bahwa segala sesuatu selalu diciptakan berpasangan (Dwimurti) yang sebenarnya adalah sifat saling menghilangkan. Dunia itu sebenarnya berawal dari kosong dan sampai sekarang kekosongan tersebut masih terjaga pada hakikatnya (dengan konsep saling menghilangkan tersebut, pada hakikatnya semua ada pada porsi yang sama sehingga diasumsikan sebagai kekosongan). Apa yang masyarakat Jawa pahami diatas sebenarnya tidak jauh berbeda dengan apa yang ditangkap oleh Sir Isaac Newton yaitu bahwa benda/materi adalah relatif mempertahankan kedudukannya. Kecuali ada suatu gaya dari luar yang mengakibatkan benda tersebut bergerak (Hk.I Newton). Dunia adalah materinya dan gaya tersebut adalah kekuatan Tuhan. Dan sebenarnya masih banyak lagi konsepsi ilmiah yang secara tidak disadari adalah merupakan Filsafat Jawa pula. Selanjutnya akan saya posting.
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS