[Live as an exchange student] Part.13 - Beberapa Hal yang Mungkin Saya Akan Gila ketika Pulang Nanti
Kadangkala saya berpikir tentang sesuatu disini yang sudah agak mendarah daging yang mungkin ketika pulang ke indonesia nanti saya akan merasa reverse cultural shock. Suatu istilah yang didefinisikan sebagai culture shock yang justru terjadi ketika kembali dari suatu lingkup budaya lain. Kasus yang aneh memang. Namun bukan sesuatu yang sulit untuk dijumpai. saya sendiri contoh riilnya haha. Here we go :
1) Pop dan soda.
Baru dikatakan teramerikanisasi jika anda sudah mulai teradiksi dengan yang namanya pop dan soda. Sehari akan menghabiskan paling tidak satu atau dua botol. Jika anda mengerjakan PR sambil nonton TV sambil minum soda dan sambil melihat american football itu sudah gejala-gejala amerikanisasi haha. Pop dan soda seperti sudah menjadi kebutuhan pokok bagi setiap orang amerika. Saya tidak pernah rasanya menjumpai kulkas orang amerika kosong soda. Itu sebabnya pula banyak kasus obesitas di amerika serikat. Karena kurangnya niatan untuk mengurangi kalori dalam soda. Karena gula yang terkandung dalam soda, mengandung banyak kalori yang dapat menyebabkan pemekaran badan secara sempurna. Sekalipun labelnya diet. Soda juga dipercaya menjadikan negara ini pengidap kasus diabetes dan kanker yang berada dalam ambang yang signifikan. Maka saudara-saudara sekalian tolong, tolong sekali menghindari soda.
(Kok jadi ceramah -,-)
Yang saya bayangkan, bagaimana nanti nasib adiksi saya ketika pulang nanti? Boro-boro deh beli coca-cola nanti kalau pulang, bisa makan aja sukur :p
(Wooo, lupa ceramahnya sendiri -,-)
2) Nafsu Makan Super.
Saya sendiri tidak tahu apa yang aneh terhadap sistem saya. Alasan pertama, sekarang sepertinya nasi sudah susah untuk ditelan. Pernah sekali, ketika lama tidak mendapat nasi, saya mencoba memakannya. Kemudian mencret-mencret dan enek haha. Mampus bagaimana nanti kalo pulang? Saya harap yang salah adalah nasinya :p
Kedua, karena nafsu makan saya sudah tidak terkontrol lagi. Tau sendiri rasanya ketika makan burger sebagai snack, padahal anda terbiasa memakan nasi, hasil yang didapat ialah anda tidak segan-segan memakan burger 3 atau 4 ketika sudah terbiasa dengannya. Begitu pula yang terjadi dengan saya. Ketika ke McDonald atau Burger King akan memesan minimal 3 dan maksimal unlimited (haha buju buset ga inget masa lalu) kemudian teman saya akan berkata :
" Whaaaaat? Are you serious gin? With that little body? I doubt it"
haha saya cuma bisa ngakak sebagai jawaban saya.
Mungkin di dalam hati dia membatin :
" Wuedan wong indonesia tibakno le mangan ora beda koyo gajah ngamuk"
Rupanya pemerintah indonesia mungkin salah mencomot putra-putri nya karena saya sang "Badoger" ini yang justru jadi miniatur indonesia dalam hal makan juga ironisnya.
Ingin rasanya ketika ada bule yang membatin seperti itu akan saya timpali :
" Ojo nyalahke indonesia, ndez. Iki sing salah uwonge. Bejan kena wong sing gawene ngamuk le mangan" haha.
3) Siaran TV
Asal tahu saja, di amerika siaran TV bisa lebih dari 30 channel minimal. Dan saya rasa semuanya program bermutu. Terspesifikasi dan unik. Seperti ada History Channel, Food Network, BBC, CNN, Nicklodeon, USA Movies dan lain sebagainya. tapi kabar baiknya bahwa kita tidak perlu membayar untuk siaran TV. Di amerika, we do. Kita membeli channel tertentu dengan berlangganan siaran TV per bulan. Coba kita bayangkan ibu-ibu rumah tangga indonesia jika sistem ini diterapkan. Tagihan membengkak dan akibatnya anak menjadi tumpuan stress. Berdampak pada degradasi sosial masyarakat (wahaha argumen apa-apaan itu). Tapi ya dapetnya setimpal. Kualitas siaran TV nya tidak main-main. Bukan saja sebagai media entertainment namun sudah mengarah jauh pada batsan ranah edukasi dan didaksi moral. Atau dalam beberapa kondisi juga sebagai sarana pendidikan kwarganegaraan dan politik secara interaktif.
Ketika pulang nanti mungkin saya akan berurusan dengan tidak lebih dari 10 channel TV haha. What a heckkkk? Yang lebih dari 30 saja saya bisa bosan apalagi yang kurang dari 10? (namanya juga manusia, mas)
*haha emang lo dikos punya TV gin? gaya! paling ntar liat TV juga lunjak-lunjak kaya manusia purba*
4) Internet ekstra cepat
Bukan rahasia lagi jika di amerika anda sangatlah tidak sulit menemukan internet dan aksesnya. Saya membuka satu page saja mak lap sebelum mata berkedip sudah berganti haha. Di indonesia saya membuka internet sambil saya tinggal makan bakso juga bisa :p haha itu mah karena komputernya virusen.
Tapi kabar buruknya adalah anda tidak bisa mendownload apapun. Karena dianggap melanggar copyrights. Jika tertangkap, hubungannya adaah dengan pihak FBI dan Federal. Kurang ngeri apa coba? haha. Tertangkapnya pun juga tidak akan sulit karena setiap komputer terdaftar pada database setiap local goverment atau state. Kecuali anda sangat pintar. Sayangnya saya bodoh dan terlalu jujur (haha gombal kalo yang jujurnya, kalo bisa nge hack juga taruhan mesti mau).
5)Masak memasak
Jaman di Indonesia saya mah kalo masak ribet. Lama pula. Iya kalo bener, pernah sekali keracunan masakan sendiri sampe sakit dan absen sekolah satu hari haha. Amerika tinggal colok microwave tit jadi. Makanannya juga sudah didesain untuk instan jadi orang bego seperti saya masih bisa makan tanpa keracunan :p
6) Suhu
Disini saya sempat mengalami -18 derajat celcius sebagai suhu terdingin dan 27 derajat sebagai suhu terpanas. Suhu rata-rata biasanya berkisar antara 15 - 25. Itu saja jaket saya sudah jadi teman baik saya sampai tidur juga kalo ga ada jaket besoknya mau ngegerakin tangan ga bisa. Summer saja saya masih jalan-jalan diluar dengan jaket, sehingga ditegur banyak tetangga sebagai "bule gila" haha. *Saya disini kan bule bro :p* Nanti pulang ke indonesia dengan suhu 37-38 derajat mau jadi apa saya? Mau pake baju seksi emang? haha takut pada naksir nanti.
Begitulah sekelumit cerita tentang budaya dan konteksnya. Memang benar bahwa budaya sudah seharusnya dipahami secara kumulatif konsepsional yang dalam artian harus dapat beradaptasi dengan konsep dan gagasan baru agar tidak begitu saja mati dan menghilang ditengah lautan konsep dimana kita sudah tidak mampu mendefinisikannya lagi sebagai bagian dari identitas dan menempatkannya dalam pemahaman yang salah. Sama seperti bangsa Indian yang "punah" dan mati karena ketidakmampuannya berpijak harmonis dengan ketergantungan mereka terhadap Buffalo dan menempatkan primordialisme mereka diatas lautan konsep itu. Selalu ada definisi. Bahkan ketika kita menghendakinya terlahir dari suatu gagasan originalitas. Hanya tergantung, bagaimana sekarang kita mendefinisikannya. Dan memahaminya sebagai bentuk pengejewantahan suatu evolusi.
- USA, 03 Desember 2009 -
0 Response to "[Live as an exchange student] Part.13 - Beberapa Hal yang Mungkin Saya Akan Gila ketika Pulang Nanti"