[Live as an Exchange Student] Part.21 --- Etika Moral


Berbicara mengenai etika sesungguhnya merupakan suatu kajian luas yang sebenarnya hampir sulit untuk diterjemahkan. Bukan saja karena etika dan nilai moral itu bersifat relatif namun juga karena mengandung banyak sekali nilai komparatif dan studi yang mendalam. Etika dan nilai moral sudah berbeda dalam radius etnik maupun suku. Apalagi berbicara mengenai etika dan nilai moral dalam kajian Internasional.


Berikut kajian saya dari sudut pandang saya yang "cupet" dan subyektif mengenai dua nilai di atas tersebut.

Masih berbicara tata etika lokal, perlu diperhatikan bahwa etika posting (dalam konteks jejaring sosial dan modernisme) perlu dijunjung tinggi. Etika dalam memposting bukan hanya mencakup bahasa dan intonasi, melainkan rasa tenggang rasa "tepo sliro" dan juga secara kontekstual. Saya menyayangkan orang-orang yang merasa lebih dari segalanya. Berpostingannya dengan nada iritatif dan memamerkan diri seolah-olah adalah orang paling bahagia di dunia dan orang paling hebat di dunia. Sebenarnya tidak ada yang salah bagi beberapa orang, namun perlu diketahui bahwa semua orang belum tentu menerima dengan tataran yang sama.

Contoh : Ini postingan si Bunga (sebut saja Bunga) *Apalnya cuman bunga kalo ada kasus pemerkosaan selalu jadi nama samaran* haha

Satu) "Horeee besok Obama dateng ke rumaaah mau dangdutan ama bokap :D"
Respon dalam hati: Wah itu anak keren banget

Dua) "New Yoooork City I am comiiing, baby"
Respon : Bawain patung liberty ya :)

Tiga) " Nonton World Cup langsung sambil di kipasin David Beckham emang paling manteeep"
Respon dalam hati: yayaya

Empat) "Singapur jam segini kok panas banget siiiih?"
Respon dalam hati : Makan tuh Singapur

Lima) "Lagi dipijitin Christiano Ronaldo nih. Ganteng banget gila"
Respon : Mas Christiano Ronaldo, di tendang sampe portugal aja itu anak

Enam) "Lagi golf sama papa sama Tiger Wood :D"
Respon dalam hati : Jadi yang ngambilin bola? Pantes emang.

See what I am talking about?



Saran saya, jika anda ingin menjadi orang yang dihargai, belajarlah menggunakan rasa dan kecerdasan interpersonal. Melakukan tanpa disuruh dan memahami perasaan orang lain seperti memahami diri sendiri. Banyak contoh kasus etika seperti ini yang berakibat fatal hingga ke jeruji besi. Misal kisah postingan berbau rasisme pemuda dari Bali dan Mahasiswa ITB yang menjadi geger masyarakat walaupun mereka anggap itu hanya dalam tataran bergurau.

"Think before you post" -kata sebuah iklan layanan masyrakat di Amerika Serikat-

" Jaman Sekarang bukan cuma jaga lidah, tapi jaga keyboard" -Rudy Wiratama-


Demikian lah sekilas tentang etika.

Berbicara masalah moral, mungkin saya akan lebih menggarisbawahi topik IKHLAS dan SYUKUR secara lebih spesifik.

Dua hal tersebut mungkin adalah dua ilmu terbesar yang saya dapatkan selama di Luar Negeri. dulu semenjak kecil Ibu saya selalu berkata pada saya kalau menjadi orang itu jadilah orang yang "lembah manah" yang artinya rendah hati dan tidak sombong ceileeee. Namun lambat laun saya menemukan juga arti lembah manah tersebut tidak hanya sebatas itu, melainkan mencakup rasa syukur dan ikhlas sebagai bagian kerendahhatian. Tidak mudah memang menjadi orang yang bersyukur. Merupakan suatu hal yang wajar karena manusia adalah makhluk yang bernafsu. Bukan sesuatu yang buruk karena sesungguhnya nafsu itulah yang membuat manusia tetap dalam eksistensinya di dunia. Namun ada tataran tertentu dimana nafsu harus dikendalikan sedemikian rupa agar tidak menganggu keseimbangan. Tidak ada hal yang baik jika kita berbicara masalah eksesitas (kelebihan). Dunia itu diciptakan seimbang sehingga sebagai materi dari dunia atau "jagad" itu sendiri, kita harus seimbang agar selaras secara kodrati.

Disanalah masalahnya, menjadi seimbang lebih sulit daripada menjadi super. Mempertahankan lebih sulit daripada mendapat. Manusia akan selalu bernafsu jika mereka tidak terbatasi oleh syukur. Manusia hidup dalam dimensi imajinatif mereka jauh dari kemampuan mereka menyadari realita. Setiap orang bermimpi menjadi orang sukses, bermobilkan lamborghini, bertwitter dengan follower 100.000 orang, bersarapan McDonald setiap hari, dan ber ber lainnya. Saya pun demikian. Pergi ke Amerika dengan bermimpikan berumah mewah, keluarga professor, traveling ke Califonia New York Chicago Boston dan Berlin (????) dan berciuman dengan Cameron Diaz (???? *lagi*) . Lambat laun saya terbangun dari mimpi saya bahwa hidup ini tidak selalu apa yang kita mimpikan. Realita memang pahit, namun mimpi yang tiada akhir jauh lebih pahit. Keluarga saya hanya orang biasa dengan rumah biasa dan saya pun tidak berciuman dengan Cameron Diaz (????). Kemudian saya menyadari bahwa banyak remaja memimpikan Amerika dan saya bahkan kala itu masih terpuruk dalam ke-tidak-syukur-an. Dunia itu indah jika kita yang membuat nya indah. Tidak ada yang akan membuat dunia ini indah kecuali diri kita sendiri. Manusia sekaya Michael Jackson pun bermasalah. Manusia sehebat Hitler pun tumbang dalam ambisinya.

NOTHING, NOTHING MAKES HAPPY, except the feeling which comes from the deepest heart.

Manusia yang tidak bisa bersyukur adalah manusia yang membuang waktu mereka menyia-nyiakan apa yang mereka miliki. Dalam konteks matematis pun hal tersebut terbuktikan salah.

1 tentu lebih besar dari 0

Bilangan Real tentu lebih besar dari bilangan imajinatif.

5 > 10.000i

walaupun 5 bernilai lebih kecil dari 10.000 , namun dalam kasus 5 real dan 10.000 i, 5 real bernilai lebih besar karena bukan merupakan unsolveable solution.

Percayalah manusia itu tidak akan pernah terpuaskan nafsunya kecuali mereka bersyukur dan merasa tercukupkan atas apa yang mereka dapat :)






ilustrasi : contoh post tidak bertanggungjawab
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "[Live as an Exchange Student] Part.21 --- Etika Moral"